Kita ini apa? Seringkali pertanyaan
itu ingin mencuat dari mulut nakalku namun selalu berhasil di tahan oleh
logikaku dan akhirnya hanya bisa tercekat di tenggorokanku. Sudah sejauh ini
namun tak ada kata pasti yang dapat menggambarkan hubungan kita ini. Teman?
Kita lebih dari itu. Pacar? Rasanya belum cukup untuk disebut seperti itu. Ya
mungkin benar hubungan kita ini, More
than Friends, Less than Lover. Right?
Sederhananya mungkin kalian menyebut
kami ini menjalin hubungan tanpa status, teman tapi mesra, friendzone, atau mungkin sebatas teman tanpa kepastian? Benar,
kepastian. Itulah yang harus di perjelas disini. Sungguh demi apapun menjalani
hubungan tanpa kepastian tak ada menggenakannya sama sekali, yang ada hanyalah
bisa membuat kita menjadi serba salah.
Kita sudah sering bersama, kesana
kemari berdua, saling merindu saat tak bertemu dan akhirnya menjalin komunikasi
melalui telepon genggam sampai tak tahu waktu. Aku menceritakan segalanya, kau
pun begitu. Kita berbagi suka dan duka. Tapi apa? Kau seperti tak ada niatan
sama sekali untuk memastikan hubungan kita, kau hanya membuatku selalu berharap
semakin jauh dan jauh. Selalu dan selalu.
Haruskah aku yang memulai duluan? Kau
tahukan aku hanya seorang wanita? Kodratku untuk menunggu bukan memperjuangkan.
Norak? Kampung? Bukan, aku bukan wanita kampung yang tak mengerti emansipasi
wanita. Aku hanyalah wanita yang ingin menjaga prinsipku, aku hanya tak mau
dibilang murahan. Tidak sama sekali.
Sialnya kau sungguh bukan orang yang
peka, kau bahkan terlalu banyak memberi kode. Kata-kata dan tindakanmu menjurus
pada cinta namun sayangnya tak ada permintaan pasti padaku. Kau tidak pernah
memintaku untuk menjadi kekasihmu. Kau membuat hubungan ini menjadi lebih dari
teman namun tanpa pernah ada kepastian. Sedangkan aku bisa apa?
Sebagai seorang wanita aku hanya
bisa menunggu tanpa tahu kapan waktu pastinya. Aku hanya bisa berharap tanpa
tahu yang kuharapkan akan tercapai atau tidak. Aku hanya bisa merindu tanpa
tahu apa kau merinduku juga. Aku hanya bisa diam.
Sialnya kau seringkali memanfaatkan
ketidakpastian ini. Ada kalanya kau tak mengabariku seharian, kau menghilang
tanpa ada alasan yang jelas, kau pergi memberikan kekhawatiran kepadaku, kau
dekat dengan wanita lain selain diriku. Tapi apa yang bisa kulakukan. Untuk
marahpun aku tak punya hak, untuk kesalpun aku tak punya hak, untuk cemburu pun
aku tak punya hak, bahkan untuk bertanyapun aku tak punya hak. Ya, aku bukan
siapa-siapa, sehingga aku tidak punya hak.
Seandainya saja aku adalah kekasihmu
semuanya akan lebih mudah bagiku, aku memiliki hak sebagai kekasihmu.
Selayaknya kekasih aku akan merasa kesal dan memarahimu saat kau tak
menghubungiku seharian, aku akan dengan mudah mengatakan kekhawatiranku,
rinduku dan cintaku, aku akan dengan mudah mengatakan aku cemburu, saat kau
bersama wanita lain. Sayangnya semua itu hanya seandainya, karena aku sama
sekali tidak memiliki hak atas dirimu. Aku bukanlah kekasihmu. Benar kata
temanku, seperti platshoes kita tak punya hak.
Aku lelah harus selalu menjadi orang
yang memulai segalanya lebih dulu. Aku benci pada diriku yang selalu merasa
kesal saat tak mendapat kabar darimu. Aku lemah saat harus menghubungi lebih
dulu. Aku, sungguh aku tak mau terus seperti ini. Aku tak mau terus bersamamu
namun tanpa kepastian. Kau mengertikan maksudku? Sungguh, menyimpan semuanya
dalam hati hanya membuat batinku semakin tersiksa dan tersiksa.
Saat ini aku hanya ingin mengatakan
aku akan melepaskanmu. Tidak lebih tepatnya aku ingin melepaskan diri dari
hubungan tanpa kepastian ini. Seperti berlari tanpa pernah mengetahui garis
finish, pada akhirnya hanya lelah yang akan ku dapat. Jadi biarkanlah aku
membebaskan diriku sendiri dari hubungan ini, aku hanya tidak ingin semakin
tenggelam dengan perbuatan bodohku sendiri.
Kau harus tahu, aku bertanggung
jawab atas hatiku sendiri, Sayang. Hanya orang bodoh yang memberikan organ
vitalnya pada orang lain secara cuma-cuma.
25
Desember 2016
#30DWC Jilid 3 hari ke 25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar