Jumat, 30 Desember 2016

Bukan Akhir, Tapi Awal



Bukan Akhir, Tapi Awal

            Tidak terasa 30 hari sudah 30 Days Writing Challenge terlewati. Nyatanya semuanya tak sesulit yang kukira. Menulis memang mudah. Dengan adanya 30 DWC aku tahu bahwa memang tidak ada yang namanya writers block, yang ada hanyalah penulis yang digerogoti rasa malas.
            Jika dulu aku selalu merasa kesulitan menulis, susah mendapat ide, berhenti di tengah jalan, tak tahu harus menuliskan apa, bingung akan memulai dari mana tapi kini berkat tantangan ini aku membuktikan diri bisa menulis setiap hari.
            Melalui 30 DWC juga aku bisa mengetahui bagaimana caranya agar menulis tanpa henti. Hal yang aku lakukan hanyalah menuliskan apa yang aku rasa, menuliskan apa yang terjadi dan menuliskan apa yang kubayangkan. Hanya itu. Dengan begitu semuanya dapat terlaksanakan. Terbukti selama 30 hari ini aku bisa menulis tanpa henti.
            Dengan 30 DWC juga aku bisa mengasah kemampuan menulisku, memperbaiki tulisan-tulisanku sebelumnya. Dari yang tadinya abstrak dan tak jelas menjadi lebih spesifik. Aku juga jadi mengetahui dimana genre yang tepat untuk tulisanku. Ya, romance dan relationship. Hampir seluruh tulisanku berisikan tentang hal tersebut. Rntahlan dengan tema tersebut aku menjadi mudah menuliskan apa yang ada dalam pikiranku. Ide-ideku tentang hal tersebut begitu mudah bermunculan dan aku begitu menyukai ketika menulis tentang romance dan hubungan it.
            Meskipun hari ini adalah hari terakhir dari 30 Days Writing Challenge tapi bagiku ini bukanlah akhir. Ini bahkan adalah awal dari segalanya. Awal menulis yang baru bagi diriku.

30 Desember 2016
#30DWC

Kamis, 29 Desember 2016

Setidaknya, Kaupun Merasakannya



Aku tahu sejak hari itu semua tak akan mudah. Mungkin hanya untukku entah untuk dirimu, Merasa kehilangan pun sepertinya tidak. Apalagi untuk merindu. Aku mengerti semua yang berlalu pasti hanya akan menjadi kenangan, Namun bisakah aku menjadi ingatan yang baik untukmu? Kenangan yang saat kau ingat akan membuatmu tersenyum tanpa sadar dan menyesal karena masa indah itu hanyalah masa lalu. Masa yang tak akan terulang kembali.
Bukannya aku jahat atau apa, hanya saja aku ingin setidaknya kau merasakan ketidak baik-baikan yang kurasakan saat berpisah darimu. Setidaknya ada sedikit penyesalan yang timbul dalam hatimu. Setidaknya ada rasa kecewa karena tak dapat menjaga semuanya tetap utuh. Setidaknya ada sedikit rasa marah pada dirimu sendiri karena tak dapat memperlalukan segalanya dengan baik. Ya, hanya setidaknya.
Bukannya aku egois atau apa. Hanya saja hubungan ini milik kita berdua kan? Kau dan Aku, sebentar saja hilangkan kata dia untuk kita disini. Kita pernah mencinta bersama, merindu berdua, jadi seharusnya saat terluka pun kita sama-sama merasakannya. Terlepas dari siapa yang menyakiti dan tersakiti, aku ingin kita membagi rasa sakit ini dengan adil. Ah tidak, tak apa jika porsiku lebih banyak, bahkan tak apa jika kau hanya mendapatkan 1% dari 100% rasa sakit itu. Tak apa yang terpenting kau pun merasakannya.
            Saat bersama bahagia itu pernah menjadi milik kita berdua, setidaknya saat berpisahpun sakit itu dapat kita bagi bersama. Kau dan Aku, bukan yang lain.

29 Desember 2016
 #30DWC Jilid 3 Hari ke 29

Rabu, 28 Desember 2016

(Short Story) Just For You



            Tik tok tik tok
            Aku melirik jam dindingku, dan hampir berseru kegirangan kalau saja tidak mengingat bahwa sekarang sudah larut malam. Lima menit lagi dan segala penantianku tidak akan sia-sia. Mataku yang tadinya sudah mengantuk kini terbuka lebar-lebar dengan segera aku bergegas menuju balkon kamarku.
            Hawa malam ini cukup dingin untung saja aku memakai pakaian tidur yang rapi kalau tidak aku pasti sudah menggigil. Dengan perlahan aku menyalakan lilin putih yang sebelumnya telah kupersiapkan, dalam hati aku mulai menghitung mundur. Lima...empat...tiga...dua...
            Pip...pip...
            Alarm handphoneku berbunyi, kemudian segera kumatikan. Aku menatap lilin dihadapanku lalu tersenyum sejenak sebelum akhirnya memejamkan mata, sekedar untuk memanjatkan satu patah dua patah doa.
            “Hanya ini yang bisa kulakukan untukmu, semoga kau selalu dalam keadaan baik-baik saja dengan dan tanpaku bersama seseorang yang kini menemani hari-harimu, aku harap kebahagiaan selalu ada untukmu, segalanya yang terbaik untukmu...”
            “Fiuhh...” dalam sekali tarikan nafas, aku langsung meniup lilin dihadapanku.
            “Untukmu yang kuharap masih mencintaiku selamat ulang tahun Rafli Kotari...” desisku pelan kali ini berharap angin dapat menyampaikan pesan ini padanya. Dia yang sekarang sudah menjadi bagian masa laluku. Tidak lagi menjadi bagian dunia kita, dia dengan dunianya  dan aku dengan duniaku.

28 Desember 2016
#30DWC Jilid 3 hari ke 28

Selasa, 27 Desember 2016

Ngayal-Ngayal Babu

Ngayal-Ngayal Babu

Ngomongin masa depan enggak lepas dari yang namanya mengkhayal, berharap, dan berangan-angan dan aku sering banget tuh yang namanya ngayal ketinggian. Kalau kata sepupuku ngayal-ngayal babu.
Kenapa disebut ngayal-ngayal babu? Karena katanya sih aku ngayal kaya seorang babu yang saking terlalu tingginya enggak akan kesampaian. Poor me banget yah wkwk. Meskipun kalau menurut aku enggak tinggii-tinggi banget kok seriusan, masih adalah sedikit kesempatan buat tercapai.
Okey aku sebutin deh ya comtoj ngayal-ngayal babuku adalah di perlakukan istimewa seperti wanita dalam drama Korea, yah pokokmya ketemu cowok yang bisa banget mgetreat dengan better kaya lagunya Shawn Mendes gitu lah ya. Punya masa depan yang super cerah. Bisa jadi pemulis yang nerbitin karya dan diterima dengan baik oleh pembaca. Pumya novel bestseller. Punya kehidupan yang serba ada. Yah pokoknya gitulah. See masih terjangkau kan? Semoga ngayal-ngayal babu ini bukam sekedar khayalan doamg ya tapi bisa jadi kenyataan. Amin.

27 Desember 2016
#30DWC Jilid 3 hari ke 27

Minggu, 25 Desember 2016

Hari-Hari Tanpamu



            Aku tidak tahu sampai kapan aku dapat bertahan. Sementara baru beberapa hari saja aku sudah di dera rindu yang mendalam, disiksa batin yang mendambanya. Bagaimana bisa? Ku pikir tanpamu aku tidak serapuh ini, tapi nyatanya aku sungguhlah lemah.
            Sebelum aku memutuskan untuk menjauh pun aku sudah memikirkan matang-matang konsekuensi yang akan kuterima. Rindu. Kecewa. Sakit hati. Kesal. Semua itu pasti akan kurasakan, namun aku tak menyangka akan secepat ini.
            Aku selalu berusaha untuk mengatakan pada diriku sendiri bahwa tanpamu aku pasti akan baik-baik saja, sama seperti sebelum aku mengenalmu. Bodohnya aku tak pernah sadar bahwa semua yang telah terlewati tak akan pernah menjadi sama lagi. Dulu aku tanpamu, sekarang pun aku tanpamu bedanya, kini kau sempat hadir dalam hidupku sebelum akhirnya meninggalkan kenangan-kenangan yang hanya bisa ku simpan dalam hatiku dan berputar-putar dalam memoriku. Ku pikir itulah yang membuat semuanya menjadi berat
            Hari-hari ku tanpamu sungguh tidak baik-baik saja. Aku mencoba melangkah, berjalan, berlalu seperti seharusnya. Tapi nyatanya semua itu tidak mudah. Aku seperti kehilangan sesuatu dalam hidupku. Aku bahkan seperti mati di dalam duniaku sendiri. Aku menjalaninya berusaha melakukan segalanya dengan baik, menjalani hidupku seperti biasanya. Ragaku bisa melakukannya, tapi hati dan pikiranku tidak. Mereka bergerak tidak pada tempatnya. Melangkah melawan arah. Jadi bagaimana bisa aku baik-baik saja sementara jiwa dan ragaku sudah tak sejalan? Sedangkan hidupku bergantung pada keduanya.
            Tidak aku salah. Nyatanya hidupku tidak hanya bergantung pada jiwa ragaku, tapi juga pada kamu. Benar kamu. Seseorang yang telah pergi dari hari-hariku. Seseorang yang telah mengambil hatiku namun tak pernah mengembalikannya.

26 Desember 2016
#30DWC Jilid 3 hari ke 26

Tanpa Kepastian, Aku Tak Punya Hak



            Kita ini apa? Seringkali pertanyaan itu ingin mencuat dari mulut nakalku namun selalu berhasil di tahan oleh logikaku dan akhirnya hanya bisa tercekat di tenggorokanku. Sudah sejauh ini namun tak ada kata pasti yang dapat menggambarkan hubungan kita ini. Teman? Kita lebih dari itu. Pacar? Rasanya belum cukup untuk disebut seperti itu. Ya mungkin benar hubungan kita ini, More than Friends, Less than Lover. Right?
            Sederhananya mungkin kalian menyebut kami ini menjalin hubungan tanpa status, teman tapi mesra, friendzone, atau mungkin sebatas teman tanpa kepastian? Benar, kepastian. Itulah yang harus di perjelas disini. Sungguh demi apapun menjalani hubungan tanpa kepastian tak ada menggenakannya sama sekali, yang ada hanyalah bisa membuat kita menjadi serba salah.
            Kita sudah sering bersama, kesana kemari berdua, saling merindu saat tak bertemu dan akhirnya menjalin komunikasi melalui telepon genggam sampai tak tahu waktu. Aku menceritakan segalanya, kau pun begitu. Kita berbagi suka dan duka. Tapi apa? Kau seperti tak ada niatan sama sekali untuk memastikan hubungan kita, kau hanya membuatku selalu berharap semakin jauh dan jauh. Selalu dan selalu.
            Haruskah aku yang memulai duluan? Kau tahukan aku hanya seorang wanita? Kodratku untuk menunggu bukan memperjuangkan. Norak? Kampung? Bukan, aku bukan wanita kampung yang tak mengerti emansipasi wanita. Aku hanyalah wanita yang ingin menjaga prinsipku, aku hanya tak mau dibilang murahan. Tidak sama sekali.
            Sialnya kau sungguh bukan orang yang peka, kau bahkan terlalu banyak memberi kode. Kata-kata dan tindakanmu menjurus pada cinta namun sayangnya tak ada permintaan pasti padaku. Kau tidak pernah memintaku untuk menjadi kekasihmu. Kau membuat hubungan ini menjadi lebih dari teman namun tanpa pernah ada kepastian. Sedangkan aku bisa apa?
            Sebagai seorang wanita aku hanya bisa menunggu tanpa tahu kapan waktu pastinya. Aku hanya bisa berharap tanpa tahu yang kuharapkan akan tercapai atau tidak. Aku hanya bisa merindu tanpa tahu apa kau merinduku juga. Aku hanya bisa diam.
            Sialnya kau seringkali memanfaatkan ketidakpastian ini. Ada kalanya kau tak mengabariku seharian, kau menghilang tanpa ada alasan yang jelas, kau pergi memberikan kekhawatiran kepadaku, kau dekat dengan wanita lain selain diriku. Tapi apa yang bisa kulakukan. Untuk marahpun aku tak punya hak, untuk kesalpun aku tak punya hak, untuk cemburu pun aku tak punya hak, bahkan untuk bertanyapun aku tak punya hak. Ya, aku bukan siapa-siapa, sehingga aku tidak punya hak.
            Seandainya saja aku adalah kekasihmu semuanya akan lebih mudah bagiku, aku memiliki hak sebagai kekasihmu. Selayaknya kekasih aku akan merasa kesal dan memarahimu saat kau tak menghubungiku seharian, aku akan dengan mudah mengatakan kekhawatiranku, rinduku dan cintaku, aku akan dengan mudah mengatakan aku cemburu, saat kau bersama wanita lain. Sayangnya semua itu hanya seandainya, karena aku sama sekali tidak memiliki hak atas dirimu. Aku bukanlah kekasihmu. Benar kata temanku, seperti platshoes kita tak punya hak.
            Aku lelah harus selalu menjadi orang yang memulai segalanya lebih dulu. Aku benci pada diriku yang selalu merasa kesal saat tak mendapat kabar darimu. Aku lemah saat harus menghubungi lebih dulu. Aku, sungguh aku tak mau terus seperti ini. Aku tak mau terus bersamamu namun tanpa kepastian. Kau mengertikan maksudku? Sungguh, menyimpan semuanya dalam hati hanya membuat batinku semakin tersiksa dan tersiksa.
            Saat ini aku hanya ingin mengatakan aku akan melepaskanmu. Tidak lebih tepatnya aku ingin melepaskan diri dari hubungan tanpa kepastian ini. Seperti berlari tanpa pernah mengetahui garis finish, pada akhirnya hanya lelah yang akan ku dapat. Jadi biarkanlah aku membebaskan diriku sendiri dari hubungan ini, aku hanya tidak ingin semakin tenggelam dengan perbuatan bodohku sendiri.
            Kau harus tahu, aku bertanggung jawab atas hatiku sendiri, Sayang. Hanya orang bodoh yang memberikan organ vitalnya pada orang lain secara cuma-cuma.

25 Desember 2016
#30DWC Jilid 3 hari ke 25

Sabtu, 24 Desember 2016

Sejarah Kesenian Rampak Bedug Pandeglang

Kesenian rakyat merupakan kesenian yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat. Kesenian tiap daerah memiliki identitas daerah tersebut. Adapun kesenian akan tumbuh dan berkembang  di masyarakat  dengan upaya memelihara dan mengembangkan dari masyarakat itu sendiri. Hal ini senada dengan pernyataan Kayam (1981:38-39) mengatakan sebagai berikut. 
“Kesenian tidak akan pernah lepas dari masyarakat. Sebagai salah satu bagian yang penting dari kebudayaan, kesenian adalah ungkapan kreatifitas dari kebudayaan itu sendiri. Masyarakat yang menyangga kebudayaan dan demikian juga kesenian, mencipta, memberi peluang, untuk bergerak, memelihara, menularkan, mengembangkan untuk kemudian menciptakan kebudayaan baru”.  
Kesenian Rampak Bedug merupakan kesenian yang berkembang secara turun temurun, khususnya di Kabupaten Pandeglang.  Tari rakyat yang termasuk pada kesenian tradisional suatu daerah pada umumnya belum banyak diketahui  secara pasti penciptanya. Oleh karena itu, keberadaan kesenian tradisional disampaikan secara lisan. 
 “Kesenian Rampak Bedug pada awalnya hanya terdapat di kaki dan lereng Gunung Karang yaitu misalnya dari Kecamatan Cadasari, Kecamatan Pandeglang, dan Kecamatan Kaduhejo, dan Kesenian Rampak Bedug berawal dari Ngadu Bedug” (Menurut Maman Badar Zaman, Tokoh Seni Rampaak Bedug). Ngadu Bedug adalah memukul Bedug oleh sekelompok masyarakat kampung yang satu, dengan kampung lain, yang bertujuan untuk memperlihatkan dan mendengarkan keterampilan menabuh bedug, dengan motif dan tabuh yang bervariatif, sesuai dengan kebiasaan dan kreatifitas warganya. Alat  kesenian Rampak Bedug  yang utama  yaitu Bedug.  Menurut  Subdin Kebudayaan   Dinas Pendidikan  Provinsi Banten, “ Bedug  adalah alat yang dipergunakan untuk menunjukkan shalat lima waktu, bedug ditabuh sebelum dikumandangkan adzan”. Begitu pula yang diungkapkan oleh H. Illen menyatakan sebagai berikut. 
”Bedug  berawal dari bedug-bedug yang berada di masjid yang digunakan ketika menjelang shalat  kemudian menyambut bulan puasa. Selain itu, fungsi Bedug pada zaman dulu digunakan sebagai pertanda adanya orang meninggal. Masyarakat setempat mengetahui kode yang digunakan saat memukul Bedug, jika pertanda orang meninggal orang tua biasanya bedug ditabuh  sebanyak tujuh kali, sedangkan jika yang meninggal anak–anak bedug ditabuh sebanyak tiga kali.”
Kesenian Rampak Bedug dapat dikatakan sebagai pengembangan dari seni Ngadu Bedug.  Pada tahun 1950-an,  awal mula  Ngadu Bedug dilakukan oleh sekelompok masyarakat kampung satu dengan kampung lain. Dalam Ngadu Bedug  yang  diperlihatkan  antar  kampung yaitu keterampilan menabuh  Bedug, dengan  motif  tabuh  yang  kreatif.  Dengan mengarah bedug ke kampung lain, kelompok satu mengawali dengan suara pertama lagu Nantang. Lagu Nantang  diperdengarkan ke kampung lain, jika kampung lain membalas dengan lagu lainnya kemudian terjadilah saling balas lagu-lagu lain. Jika balasan  suara Bedug kampung satu tidak menjawab, maka kampung tersebut dinyatakan kalah. 
Penilaian dilakukan kelompok kampung satu yang menekankan pada pola Nabuh Bedug.  Setelah acara Ngadu Bedug terkadang berubah menjadi Ngadu Bedog. Ngadu Bedog yaitu berkelahi (Wawancara Maman Badar Zaman). Sekitar tahun 1970-an di Alun-alun Pandeglang  diadakan  perlombaan seni Ngadu Bedug. Pada masa ini Bupati Karna Suwanda mempersilahkan masyarakat untuk mengikuti lomba. Setelah perlombaan, Bupati berinisiatif memasukkan Ngadu Bedug ke dalam seni pertunjukan. Penilaian Ngadu Bedug  34 kelompok yang paling kuat Nabuh Bedug, sehingga jika salah satu kelompok yang lebih dahulu berhenti Nabuh Bedug dinyatakan kalah dalam pertandingan. 
Pada Tahun 1980-an seniman Ngadu Bedug berkreasi untuk menambah tarian ada Ngadu Bedug. Pertunjukan tersebut ditambah dengan adopsi dari gerak silat. Akan tetapi gerak silat dan kekompakan Nabuh Bedug  adalah kriteria kreasi yang mulai berkembang pada tahun tersebut. Adapun tahun berikutnya sekitar Tahun 1984-an  mengikuti festival di Jawa Barat, pada tahun ini penyempurnaan gerak dan iringan di perhatikan secara ritme dan tempo dalam permainan musik. Setelah mengikuti festival Ngadu Bedug di kenal dengan nama Rampak Bedug.  Kesenian  Rampak Bedug disajikan dengan bentuk penyajian yang menarik. Kesenian Rampak Bedug yang dikenal di masyarakat berfungsi sebagai penyambutan tamu, pernikahan, hari ulang tahun Kabupaten Pandeglang dan sebagainya. 
Kata “rampak” mengandung arti serempak atau banyak. Jadi,  Rampak  Bedug adalah  Seni Bedug dengan  menggunakan  alat musik berupa bedug dan ditabuh secara serempak sehingga menghasilkan irama khas yang enak didengar. Permainan Rampak Bedug mengutamakan kekompakan menabuh Bedug dan kekompakan gerak. Peralatan yang digunakan  Kesenian Rampak Bedug yaitu Bedug  Gebrag (bedug besar), Dolongdong, Tilingtit, Anting, Kerep, Anting Carang, dan Antuk. Adapun tabuhan yang dibawakan  berasal dari alam, seperti  tumbuhan, hewan, dan  keadaan  yang mengisahkan  keberadaan  masyarakat yang  berada di kaki dan lereng Gunung Karang, lagu tabuhan contohnya Tonggeret, Pingping Cakcak Nantang, Celementre, Kekeretaan, Gibrig Tuma  dan Angin-anginan (Wawancara Maman Badar Zaman)
Sesuai dengan  perkembangan  zaman, Kesenian  Rampak  Bedug  pada akhirnya mengalami penyempurnaan, di antaranya kekompakan Nabuh bedug, gerak  yang  serempak dan diadopsi dari gerak-gerak silat, desain lantai, musik, tata busana, tata rias, tempat pertunjukan dan properti yang menyesuaikan tempat pertunjukan yaitu dalam ruangan dan di luar ruangan.

24 Desember 2016

#30DWC Jilid 3 hari ke 24

Review Drama: The Item, Drama Supranatural yang Bikin Mikir Keras!

Anyeonghaseyo yeorobun! Kali ini aku mau ngereview salah satu drama Korea yang baru aja selesai aku tonton. Btw drama ini baru aja tamat mi...