_Bagiku Ibu, bukanlah sekedar orang
yang melahirkanku ke dunia, dia lebih dari itu karena dia adalah segalanya_
Keluargaku bukanlah keluarga romantis
seperti yang lainnya. Keluargaku adalah keluarga biasa yang bahkan tak saling
mengingat tanggal kelahiran anggota keluarganya. Sekalipun ingat, kami tidak
terbiasa untuk mengucapkan kata-kata manis seperti, ‘Selamat Ulang Tahun’, dan
yang lainnya. Aku bahkan orang yang cukup sulit untuk mengutarakan rasa
sayangku. Hal ini terbukti pada hari ini, tepat di Hari Ibu.
Aku tahu, aku hapal dengan jelas
bahwa setiap tanggal 22 Desember diperingati sebagai Mother’s Day. Terlebih saat aku membuka handphoneku disemua akun
media sosial yang ku punya membahas hal tersebut. Ada yang memasang foto
bersama Ibu-nya, atau sekedar memberikan ucapan Selamat Hari Ibu, bahkan ada
yang sampai merayakannya. Sedangkan aku? Apa yang kulakukan?
Aku tidak dapat bersikap manis
dengan sekedar memberikan ucapan selamat seperti yang dilakukan orang lain, aku
juga tidak berusaha ntuk memberikan kejutan yang dapat membuat seorang Ibu
menangis haru. Tidak. Aku tidak bisa seperti itu. Aku hanya bisa mencandai
Ibu-ku dan mengatakan, “ah, ini hari Ibu-kan? Jadi semua pekerjaan dilakukan
oleh Ibu-ibu,” ucapku penuh canda pagi tadi saat melihat Ibu-ku sedang mencuci
piring. Kalian tahu apa yang Ibu-ku lakukan? Jelas, ia berpura-pura memasang
wajah kesalnya dan merajuk seharusnya diberikan moment special. Padahal
sebenarnya aku tahu Ibu-ku pun bukan orang yang senang dengan hal-hal romantis,
karena ya ia sensitive, mudah sekali menangis.
Aku bahkan masih ingat bahwa aku
hanya pernah merayakan Hari Ibu sekali selama hidupku. Itu pun waktu aku masih
duduk di bangku SMP. Dimana aku menyisihkan uang jajanku untuk memberikannya
sebuah kado. Seperti yang sudah ku duga, meskipun tidak kentara namun aku
melihat dengan jelas bagaimana mata Ibu-ku berkaca-kaca. Aku tahu ia terharu
saat itu namun ia berusaha menyembunyikannya dibalik tawa dan candanya, dan dia
mengatakan tidak seharusnya aku melakukan hal-hal seperti itu. Sungguh sangat
awkward moment sekali saat itu.
Mungkin kalian berpikir aku jahat
atau bahkan tidak menyayangi Ibu-ku, tapi sungguh jauh di lubuk hatiku yang
paling dalam dia adalah orang yang paling ku sayangi melebihi orang lain.
Bagiku, Ibu bukanlah sekedar orang yang melahirkanku ke dunia, dia lebih dari
itu, karena dia adalah segalanya.
Seperti kebanyakan Ibu pada umumnya
Ibu-ku pun orang yang cerewet, sangat malahan. Dia sudah seperti alarm di
setiap pagiku, dia orang yang akan mengomeliku panjang lebar saat aku melakukan
kesalahan, dia orang yang akan menasihatiku saat aku akan memulai melakukan
sesuatu. Ya dia Ibu-ku. Aku sempat dibuat kesal karena kecerewetannya, tapi
nyatanya kalau bukan karena sikapnya yang satu itu aku akan dengan mudah
melupakan hal-hal kecil yang sebenarnya sangat penting. Benar sekali, karena
cerewet dia selalu mengungkapkan apapun, mengingatkanku bahkan pada hal-hal
kecil sekalipun.
Selain berperan sebagai Ibu, kupikir
ia juga mengambil sebagian peran Ayah-ku. Bukan, bukan karena Ayah-ku sudah
meninggal. Alhamdulillah sampai saat ini kedua orangtua-ku sehat wal’afiat.
Maksudku adalah dimana ketika Ibu-ku rela melakukan hal-hal yang seharusnya
dilakukan Ayah-ku, namun karena Ayah-ku bekerja di luar kota jadi ia-lah yang
mencoba melakukan tugasnya. Ibu-ku bisa membenarka kabel saat ada konslet,
Ibu-ku bisa membenarkan saluran air yang tak kunjung turun, Ibu-ku bisa memasang
gas meski awal-nya ketakutan, Ibu-ku bisa mengganti lampu rumah yang mendadak
padam dan hal-hal lainnya yang tidak seharusnya dilakukan seorang Ibu. Ya, aku
serius dia bisa melakukannya.
Bukan hanya berperan sebagai Ayah,
ia juga bisa dengan sangat baik menjadi sahabatku. Bersama Ibu-ku, kami bisa
saling bercanda bahkan saling mengejek. Ia orang yang mau mendengarkan segala
keluh kesahku tentang banyak hal, bahkan mungkin tentang segalanya. Selayaknya
sahabat ia akan memberikan saran atas masalahku dan mengomeliku dari depan jika
aku berbuat salah. Ya, Ibu-ku adalah sahabat yang paling pengertian.
Dia adalah orang yang sangat
memahamiku. Bahkan tanpa perlu bicara biasanya dia sudah mengetahui apa yang
kurasakan. Dia orang yang paling khawatir saat aku mulai di terjang sakit. Dia
orang yang akan terluka saat aku terluka dan dia menjadi orang yang paling
bahagia saat aku merasa bahagia. Ya, itulah kenapa aku sangat mencintainya.
Aku tidak tahu akan jadi apa hidupku
tanpa dirinya. Aku sangat mencintainya, jika bisa aku ingin hidup bersamanya
selamanya. Aku ingin dia terus menjadi saksi perjalanan hidupku sampai kelak
aku memiliki Suami dan Anak-ku. Semoga.
Di Hari Ibu ini aku memang tidak
bisa mengungkapkan rasa sayang dan cintaku kepadanya melalui ucapan. Tapi
dengan adanya tulisan ini aku ingin dia mengetahui bahwa aku sangat
mencintainya dan dia-lah orang yang paling berarti di hidupku. Biarlah hanya
Tuhan yang mengetahui do’a-do’a terbaik yang ku panjatkan untuknya.
Ibu-ku. Selamat Hari Ibu. Aku
mencintaimu.
22
Desember 2016
#30DWC Jilid 3 Hari ke 22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar