Selasa, 07 Februari 2017

(SongFic) Usai Disini

(Song Fic) Usai Disini

Pedihnya tanya yang tak terjawab
Mampu menjatuhkan ku yang dikira tegar

"Ta, Dimas kemana sih?"
Metta terdiam. Entah sudah berapa kali pertanyaan yang sama itu sampai di telinganya. Bukannya ia malas menjawab atau apa. Hanya saja ia merasa akan sia-sia sekalipun ia memberikan pernyataannya. Karena pada nyatanya ia pun tak tahu dimana keberadaan Dimas saat ini.
Gadis itu menghembuskan nafas lelah. Menatap satu-persatu orang dihadapannya yang tampak resah. Sementara itu di atas panggung sana solo, duo, grup/band tengah saling berlomba memperlihatkan penampilan terbaik mereka. Hal itu pula lah yang menjadi alasan keresahan di wajah Metta dan teman-teman se-bandnya.
Bagaimana tidak? Mereka akan tampil sebentar lagi. Sialnya Dimas yang notabene adalah vokalis band mereka tak kunjung datang.
"Dia sebenernya niat enggak sih?" Raka sang drummer mengumpat pelan.
"Harusnya tuh kita udah nyari vokalis pas sadar dia udah jarang latihan," Eza si gitarist pun tak tahan untuk ikut bicara.
"Ta, lo kan pacarnya enggak bisa apa kalau lo hubungin dia?" Raka menatap Metta kesal melihat gadis itu tak melakukan apapun.
"Ta, Raka bener lo harus hubungi dia, kita tampil habis ini," seru Dio yang baru saja kembali dari toilet.
Metta terdiam lalu mendekat ke arah teman-teman bandnya yang notabene laki-laki. Tanpa banyak bicara ia menyerahkan handphonenya.
Raka sempat dibuat bingung namun akhirnya mengambil handphone tersebut.
Puluhan telepon, Line, BBM sudah berusaha dilakukan Metta namun sialnya tak ada satupun yang diangkat maupun dibalas. Dimas telah mengabaikan segalanya.
"Okey guys langsung aja kita panggilin peserta selanjutnya dengan satu wanita cantik yang di kelilingi oleh empat pria tampan, The Altairs!"
Keempatnya terdiam mendengar nama band mereka dipanggil.
"Ayo kita harus tampil!" seru Metta bergerak menuju panggung.
"Tapi Ta..."
Metta membalikan badannya. Matanya menatap tajam namun kosong.
"Gue akan nyanyi sendiri, tanpa dia. Kita bisa!" ucapnya tegas. Dio, Raka dan Eza pun mengikuti langkah Metta menuju panggung.
"Selamat malam semuanya kita The Altairs, mungkin kalian bingung karena kita ber-empat. Yah sayang banget Dimas, vokalis sekaligus gitaris kita berhalangan hadir karena ada hal penting yang enggak bisa dia tinggalkan. Tapi tenang aja kita akan tetap ngelakuin yang terbaik. Spesial untuk kalian semua Kali Kedua!" seru Metta yang berada di belakang keyboardnya. Sesaat setelahnya lagu Kali Kedua versi The Altairs pun mulai dimainkan.

Kau tepikan aku kau renggut mimpi
Yang dulu kita ukir bersama

The Altairs turun dari panggung. Meskipun tidak sesuai dengan apa yang sudah mereka rencanakan, tapi mereka cukup merasa puas karena penampilannya yang cukup menghibur. Mereka pun memilih untuk menunggu di backstage tempat para perserta berkumpul. Hanya beberapa orang saja disana karena sisanya lebih memilih untuk menonton penampilan yang lain. Namun sayang karena dalam keadaan yang kurang enak The Altairs memilih untuk hanya menunggu.
"Shit! Dimas sama sekali enggak bales!" umpat Raka saat mengecek handphonenya.
"Yaudahlah Ka yang penting kan kita udah tampil," ucap Dio.
"Tapi dia itu enggak tanggung jawab, enggak bisa dibiarin!" cetus Raka lagi. "Kalian enggaj ngerasa kesel apa?" Raka menatap teman-temannya satu persatu. Namun tak mendapat jawaban. Lelaki itu mendengus.
"Mungkin Dimas emang ada sesuatu, mungkin dia kena musibah atau something," ujar Eza.
Metta yang sejak tadi diam mendadak mengangkat kepalanya. Perasaan khawatir mulai menyelimuti hatinya. Gadis itu baru saja akan mengeluarkan handphonenya menghubungi seseorang saat suara MC diatas panggung berhasil menarik perhatiannya.
"Nah guys, karena juri lagi pada berunding dulu nih so mendingan kita nikmati dulu aja penampilan dari bintang tamu kita Clarisa Andriyani ditemani oleh gitarisnya Adimas Prakasa!"
Metta tertegun. Matanya membulat lebar saat melihat orang yang sejak tadi ada di dalam pikirannya naik ke atas panggung. Meski hanya melihat dari layar LCD yang di pasang disana. Namun Metta yakin cowok berkemeja putih di panggung sana adalah Dimas. Dimas kekasihnya.
"Jir Dimas kampret!"
"Sialan mentang-mentang Clarisa udah jadi artis dia milih Clarisa!"
"Gila demi apapun Dimas bangke banget!"
Mendengar umpatan teman-temannya Metta hanya bisa diam. Sungguh jauh sejak tadi hatinya sudah hancur berkeping-keping. Tak benbentuk. Harapan yang sempat ada lenyap tak bersisa. Namun lebih dari itu.
Bukan. Bukan karena Dimas kekasihnya dan ia kekasih Dimas. Bukan karena hubungan cinta diantara mereka. Tapi ada hal berharga yang lebih penting dari itu. Ada mimpi yang sempat mereka rajut bersama sebelum akhirnya direnggut tanpa ampun hingga hanya kenyataan yang bisa Metta terima. Kenyataan bahwa Dimas tak menepati janjinya.


Seolah aku tak pernah jadi bagian besar
Dalam hari-harimu

"Gila! Clarisa emang selalu keren!" seru sang MC cowok berdecak kagum saat Clarisa baru saja selesai bernyanyi.
"Bener banget apalagi bareng sama Adimas makin daebak aja!" timpal si MC cewek.
Clarisa dan Dimas hanya tersenyum sambil mengangguk sopan tanda terima kasih.
"By the way, kalian serasi banget nih. Atau jangan-jangan kalian pacaran yah?" tuduh sang MC cowok membuat suasana langsung heboh.
Clarisa tertawa, "bukan kok sejauh ini kami cuma teman kok," jawabnya.
"Wah berarti ada kemnungkinan buat bareng dong?"
"Yah kalau cewek sih gimana cowoknya," jawab Clarisa sambil sesekali menatap Dimas. Kalimatnya barusan berhasil mengundang sorakan dari penonton.
"Wah kode keras banget tuh Dim!"
"Kalau gue sih dikodein sama cewek secantik Clarisa langsung dah gue pekain.
Dimas hanya tersenyum mendengar celotehan para MC.
"Tunggu tanggal mainnya aja deh ya!" dan kalimat dari Dimas barusan berhasil membuat suasana semakin panas. Sangat panas, apalagi untuk seorang gadis yang sejak tadi ada di backstage. Saking panasnya hatinya bahkan sampai terbakar. Ya, terbakar apa cemburu. Matanya pun sukses dibuat memanas.
"Maksud lo apa sih Dim?"


Lebih baik Kita usai disini
Sebelum cerita indah Tergantikan pahitnya sakit hati

"Woohoo ternyata tanpa Dimas kita masih bisa menang!" Raka berseru gembira sambil memegang plakat juara pertama Band Fertival ditangannya.
"Malahan kalau ada Dimas kayanya kita gak bakal dapet juara!" cetua Eza.
"Ini berkat lo Ta!" seru Dio menatap Metta. Metta hanya tersenyum.
"Lo enggak apa-apa kan Ta?" tanya Raka. Jelas pertanyaan ini bukan tentang kejuaraan yang mereka dapatkan ini lebih tentang hatinya.
Metta mengangguk, "baik-baik ajalah orang gue seneng dapet ini!" serunya sambil menunjuk plakat kejuaraan ditangan Raka.
"Baguslah Ta, mulai sekarang enggak usah mikirin cowok brengsek itu lagi, mendingan kita ngerayain kemenangan kita ini!" seru Eza sambil merangkul bahu Metta. Metta hanya mengangguk.
Namun langkah keempatnya terhenti saat orang yang sejak tadi mereka umpat ada di depan mereka. Ya, Adimas. Clarisa menempel di sampingnya. Mereka sempat bertatapan beberapa saat namun memilih untuk saling mengacuhkan. Hingga saat berpapasan Metta merasakan sentuhan ditangannya.
"Kita perlu bicara!"
Metta menatap Dimas tajam dan berusaha melepaskan tangannya.
"Aku mau ngejelasin segalanya," cekalan di lengan Metta makin mengencang.
"Lo..."
"Jangan Ka, biarin. Kalian duluan aja," cegah Metta saat Raka mulai emosi. Iapun berusaha meyakinkan teman-temannya. Hingga akhirnya mereka pergi menyisakan Metta, Dimas dan Clarisa.
"Lo pergi aja, Ca." Seru Dimas pada Clarisa.
"Gue bisa bantu jelasin," tukas Clarisa.
Dimas menggelengkan kepalanya. Clarisa menyerah dan memilih untuk pergi. Sekarang tinggalah Dimas bersama Metta.
Hening. Hanya itu yang tercipta beberapa saat. Keduanya terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Aku bisa jelasin semuanya," Dimas memulai pembicaraan.
"Silahkan," Metta berucap singkat.
Dimas pun menjelaskan bahwa hubungannya dengan Clarisa hanyalah settingan semata untuk menaikan nama keduanya. Ia sendiri terpaksa melakukan itu karena ancaman Ayahnya. Kalau ia sampai tidak terkenal dalam waktu seminggu, jika tidak ia harus berhenti menjadi penyanyi dan meneruskan bisnis Ayahnya.
"Kamu percaya kan sama aku?" tanya Dimas.
Metta mengangguk. Dia percaya Dimas tidak berbohong padanya.
"Syukurlah," ucap Dimas lega sambil memeluk Metta. Namun Metta tak membalas pelukannya. Membuat Dimas menjadi bingung. "Kenapa?"
"Aku percaya sama kamu, tapi aku rasa kita harus selesai sampai disini," ujar Metta.
Dimas membelalakan matanya tak percaya.
"Kenapa Ta? Kamu marah aku sama Clarisa?"
Metta menggelengkan kepalanya, "pointnya bukan tentang itu. Ini tentang kita sejak lama. Kamu sadar enggak sih hubungan kita udah hambar?" Metta menatap Dimas tanpa ragu.
"Kita bisa perbaiki segalanya Ta, ini udah 2 tahun," Dimas mengingatkan lamanya hubungan mereka terjalin. "Kamu marah karena aku ngelakuin semua ini?"
"Aku bukan marah karena kamu dengan Clarisa. Aku marah lebih sama cara kamu memperlakukan aku. Kamu seharusnya bilang tentang semuanya sejak awal bukan saat semuanya hancur kaya gini. Aku udah merasa bukan lagi apa-apa untuk kamu Dim," ujar Metta. Tanpa sadar gadis itu menangis. Ia mengungkapkan segala keresahan yang sejak tadi ada didalam hatinya. Ah tidak lebih tepatnya sejak beberapa waktu lalu saat hubungannya dan Dimas sudah tak sama seperti dulu.


Bukannya Aku mudah menyerah
Tapi bijaksana
Mengerti kapan harus berhenti
Ku kan menunggu Tapi tak selamanya

"Ta, oh ayolah... kita enggak bisa begini," Dimas mengusap wajahnya frustasi. Tak tahu lagi harus bagaimana. "Udah sejauh ini, dan kamu memutuskan berakhir gitu aja?" Dimas menatap Metta tak habis pikir.
"Bukan gitu Dim. Aku udah ngerasain ini semua sejak beberapa bulan lalu dan aku berusaha untuk bertahan berharap kamu dapat berubah dan mengerti. Tapi apa? Hubungan kita makin enggak jelas. Kita hanya terikat hubungan karena status," ujar Metta pelan. "Kita sama-sama udah menyerah akan cinta ini hanya menunggu waktu siapa yang akan memutuskan, dan aku memilih untuk mengambil bagian itu sekarang." Metta menundukan kepalanya. Meskipun ia terlihat jahat karena menjadi pihak yang memutuskan hubungan tapi sungguh hati Metta juga sangatlah sakit.
"Ta..."
"Ini bukan karena aku nyerah Dim, tapi inilah yang memang harusnya terjadi sama kita. Sekarang titik terakhir untuk hubungan kita," ucap Metta lagi tak ada sedikitpun tanda lelaki itu akan menarik ucapannya.
"Okey kalau itu mau kamu," ucap Dimas akhirnya. "Kita putus." seru Dimas sebelum akhrinya berlalu meninggalkan Metta tanpa mengatakan apapun lagi.
Metta diam. Matanya mengabur menatap punggung Dimas yang menjauh dan mendekat pada Clarisa. Gadis itu tersenyum miris.
"Sebenarnya aku bisa bertahan cuma aku hanya ingin mempermudah segalanya untuk kamu Dim," ujarnya dan saat itu juga tangisnya pecah. Ia melakukan ini bukan karena ia ingin tapi karena ia harus.


END

Pandeglang, 7 Februari 2017
#30DWC JILID 4 HARI KE 7

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Review Drama: The Item, Drama Supranatural yang Bikin Mikir Keras!

Anyeonghaseyo yeorobun! Kali ini aku mau ngereview salah satu drama Korea yang baru aja selesai aku tonton. Btw drama ini baru aja tamat mi...