(SongFic)
ALL I ASK
PART
1
Note : Sebelum baca jangan lupa play lagunya dulu, biar lebih ngena hehe All I Ask - Adele
Enjoy this!!!
Iwill leave my heart at the door
I won’t say a word
They’ve all been said before, you know
Genta segera turun dari motornya
sesaat setelah ia sampai di depan rumah seseorang yang telah menghubunginya
tadi. Dengan tergesa-gesa ia melepas helmnya dan melangkah menuju pintu. Tak
ingin menunggu lama ia pun segera membunyikan bel, memberi tanda kehadirannya
kepada si pemilik rumah.
“Hay Ta!” seorang gadis berwajah
manis segera menyambut kehadirannya. Senyuman lebar terhias di wajah gadis
tersebut. Tak menunjukan adanya tanda-tanda sesuatu yang buruk telah terjadi.
“Kamu enggak apa-apa Na?” tanya
Genta menatap Nana khawatir.
Lagi Nana membalasnya dengan sebuah
senyuman manis, “I’m okay.”
“Terus kenapa kamu nyuruh aku
buru-buru dateng kesini?” tanya Genta bingung.
“Loh kenapa? Aku kan pacar kamu,
emang enggak boleh yah kalau aku pengen ketemu kamu?” jawab Nana yang langsung
memasang ekspresi wajah cemberut sekaligus kecewanya.
Genta menghela nafas pelan, “bukan
gitu Na, aku cuma takut sesuatu terjadi sama kamu,” ucapnya. Namun beberapa
saat kemudian lelaki itu menghela nafas lega, “syukurlah kalau kamu enggak
kenapa-kenapa,” ucapnya sambil tersenyum.
“Mendingan sekarang kita jalan yuk!”
seru Nana akhirna.
“Kemana?”
“Kemanapun asal kamu aku seneng,”
ucap Nana terlihat menggemaskan.
Genta terkekeh pelan bersamaan
dengan kepalanya yang mengangguk.
“Yaudah tunggu bentar, aku ganti
baju dulu!” seru Nana baru saja ia akan melangkah, Genta mencekal tangannya.
“Kenapa?”
“Kamu serius enggak kenapa-kenapa?
Do you wanna say something?” kali ini Genta memandang wajah Nana lekat mencoba
mencari cerah di mata coklat terang itu.
Nana terdiam beberapa saat hingga
akhirnya memilih untuk menggelengkan kepalanya. “Enggak ada,” gumamnya. ‘Belum saatnya mungkin nanti,’
sambungnya dalam hati.
Cekalan di tangannya pun perlahan
mengendur. Genta melepaskan tangan Nana membiarkan gadis itu masuk ke dalam
rumahnya.
So
why don’t we just play pretend
Like
we’re not scared of what is coming next
Or scared of having nothing left
“Loh kenapa berhenti?” tanya Nana
bingung saat Genta tiba-tiba saja menghentikan motornya di pinggir jalan.
Padahal mereka baru setengah jalan menuju tujuan. Membuat Nana jelas merasa
heran.
“Bentar Na handphone aku bunyi,”
jawab Genta. Lelaki itu segera mengeluarkan handphone dari dalam kantung
celananya. Ia melihat nama seseorang di layar teleponnya.
Mei-Mei
Calling…
“Siapa
kak? Kenapa enggak di jawab?” tanya Nana.
“Ah Tita, Na. Ini mau aku angkat
kok,” ucapnya sambil menggeser layar hijaunya menerima panggilan tersebut.
“Mail lo dimana sih? Gue ngechat lo
dari tadi kagak dibales-bales, sok sibuk sumpah!” Genta menjauhkan sedikit
telepon dari telinganya mendengar pekikan keras Tita atau orang yang biasa
dipanggilnya dengan sebutan Mei-mei.
“Kenapa Mei? Gue lagi jalan nih sama
Nana,” jawab Genta. Lama tak terdengar jawaban. “Hallo Mei ada apa sih? Lo
masih disana kan?”
“Ah iyah, yaudah deh have fun ya!”
seru Mei-mei.
“Lo kenapa nelpon gue?” tanya Genta
penasaran.
“Enggak kenapa-kenapa kok, tadinya
gue pengen lo ke rumah nemenin gue, gue takut sendirian. Tapi yaudah deh entar
gue coba hubungin Aldi atau Sheila,” ujar Tita menjelaskan.
Genta menghembuskan nafas pelan,
“sorry yah Mei, tapi gue janji habis pulang dari sini gue langsung ke rumah
lo,” ucap Genta semangat.
“Really? Ah lo emang yang terbaik,
betewe jangan lupa bawain ice cream sama coklat ya hehe,” ujar Tita antusias.
“Iyah iyah!” seru Genta yang sudah
hapal akan ice cream dan cokelat kesukaan Tita.
“Thank you Mail-kuu!” seru Tita
sebelum akhirnya memutus sambungan teleponnya. Genta pun kembali memasukan
handphone ke dalam celananya.
“Kenapa?” tanya Nana.
“Tita biasa,” jawab Genta santai
seraya mulai melajukan motornya. Kali ini lebih cepat dari yang tadi.
Nana melingkarkan tangannya pada
perut Genta. Memeluk lelaki itu lebih erat dan menyandarkan kepalanya pada
punggung lelaki itu, tempat yang nyaman. Meskipun ia tahu betul maksud Genta
menjalankan motornya lebih cepat bukan untuk dirinya, melainkan karena lelaki
itu ingin segera menemui Tita. Benar bukan? Tapi yang penting dia sudah milikku
bukan? Nana berusaha meyakinkan dirinya sendiri dalam hati.
Look
don’t get me wrong
I
know there is no tomorrow
Sekitar pukul lima sore akhirnya
Genta dan Nana sampai di puncak. Tempat yang sudah mereka pilih saat akan
berangkat tadi. Cuaca sudah mulai dingin untung saja mereka telah mempersiapkan
jaket yang untungnya dapat memberikan sedikit kehangatan pada tubuh keduanya.
Kami berjalan beriringan menuju
salah satu saung yang ada disana menikmati pemandangan yang ada di bawah sana.
Perkebunan yang membuat mata menjadi nyaman.
“Sebentar yah Na,” ujar Genta. Nana
terdiam membiarkan lelaki itu berlalu dari hadapannya. Tak berapa lama ia pun
datang dengan dua buang gelas berisi coklat hangat untuk Nana dan kopi untuk
dirinya sendiri.
“Makasih,” ucap Nana sambil
tersenyum Genta membalasnya dengan senyuman pula.
Lama mereka hanya terdiam menikmati
keindahan alam yang ada sekaligus sibuk dengan pikiran masing-masing. Nana sempat
menoleh beberapa kali pada Genta namun lelaki itu tengah sibuk dengan
handphonenya.
“Kak!” panggil Nana pelan. Tak ada
jawaban. “Kak!” Nana kembali memanggilnya dengan lebih keras dan akhirnya
berhasil menarik perhatian Genta.
“Iyah Mei?” tanya Genta sambil
menoleh.
Nana merasakan dadanya bergemuruh
kencang, tenggorokannya tercekat. Seharusnya ia tahu sejak tadi meski Genta ada
bersamanya, namun hatinya tidaklah benar-benar disana.
All
I Ask is
If
this is my last night with you
Hold
me like I’m more than just a friend
“Sorry Na,” ucap
Genta menyesal. Menyadari ia telah salah bicara.
Nana tersenyum
lalu menggelengkan kepalanya. “Enggak masalah,” ucapnya pelan. Gadis itu
memberanikan diri untuk menyandarkan kepalanya di bahu Genta. Lelaki itu membalasnya
sambil mengelus kepala Nana dengan lembut.
“Enggak apa-apa
kan kalau begini?” tanya Nana pelan.
Genta tertawa
pelan, “yang enggak boleh itu kalau kita jauh-jauhan,” canda Genta.
Nana melingkarkan tangannya pada pinggang Genta. Memeluk lelaki itu. Meletakan
kepadanya pada dada Genta. Tempat ternyaman yang sangat ia sukai. Genta
menurunkan tangannya dari kepala Nana, memilih untuk mengusap bahu gadis itu
dengan lembut. Nana semakin mendekatkan dirinya pada Genta mencoba membunyikan
matanya yang saat ini mulai berkaca-kaca.
Give me a memory I can use
Take me by the hand while we do what lovers
do
Hening.
Nana menikmati dirinya dalam pelukan
Genta. Senja sore itu semakin memperindah segalanya.
Matahari bergerak perlahan menuju
peristirahatannya. Menandakan bahwa hari akan segera berganti. Seperti
seharusnya. Sejauh apapun ia telah mencoba memberikan cahaya pada akhirnya ia
harus pergi juga kan? Keduanya hanya terdiam menikmati suasana paling romantis
menurut kebanyakan orang. Sunset.
Hingga akhirnya matahari telah
sepenuhnya menghilang ditelan oleh gelapnya langit malam yang juga menggantikan
senja yang keemasan.
Nana terdiam menghela nafas pelan
lalu memejamkan matanya. Mencoba mencerna sesuatu.
It matters how this ends
Cause what if I nevel love again?
Gadis itu kembali membuka matanya
dan menyaksikan langit yang telah menggelap dengan sempurna. Dalam keadaan
gelap seperti itu mereka barulah menyadari keindahan lampu yang berjejer di
sepanjang jalan perkebunan di bawah sana. Indah memang namun tetap tak seindah
bintang yang menghiasi langit malam itu.
Nana melepaskan rengkuhannya, begitu
juga dengan lengan Genta yang merangkulnya. Gadis itu mengadahkan kepalanya
agar dapat menemukan wajah Genta, senyuman lembut terukir pada wajah tersebut.
Sempat membuat Nana mengurungkan niatnya untuk melakukan sesuatu yang sudah
seminggu ini ia pikirkan, ya selama mereka berpacaran. Namun gadis itu kembali
meneguhkan tekadnya ia menatap Genta dengan lekat.
“Kak gue rasa kita harus berhenti
sampai disini,” ucap Nana pelan.
“Maksud kamu, Na?” Genta
mengernyitkan halisnya bingung.
“Kita putus.”
#30DWC Jilid 4 Hari ke – 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar