Sabtu, 04 Februari 2017

SongFic All I Ask Part 1



(SongFic) ALL I ASK
PART 1

Note : Sebelum baca jangan lupa play lagunya dulu, biar lebih ngena hehe All I Ask - Adele
Enjoy this!!!

Iwill leave my heart at the door
I won’t say a word
They’ve all been said before, you know

            Genta segera turun dari motornya sesaat setelah ia sampai di depan rumah seseorang yang telah menghubunginya tadi. Dengan tergesa-gesa ia melepas helmnya dan melangkah menuju pintu. Tak ingin menunggu lama ia pun segera membunyikan bel, memberi tanda kehadirannya kepada si pemilik rumah.
            “Hay Ta!” seorang gadis berwajah manis segera menyambut kehadirannya. Senyuman lebar terhias di wajah gadis tersebut. Tak menunjukan adanya tanda-tanda sesuatu yang buruk telah terjadi.
            “Kamu enggak apa-apa Na?” tanya Genta menatap Nana khawatir.
            Lagi Nana membalasnya dengan sebuah senyuman manis, “I’m okay.”
            “Terus kenapa kamu nyuruh aku buru-buru dateng kesini?” tanya Genta bingung.
            “Loh kenapa? Aku kan pacar kamu, emang enggak boleh yah kalau aku pengen ketemu kamu?” jawab Nana yang langsung memasang ekspresi wajah cemberut sekaligus kecewanya.
            Genta menghela nafas pelan, “bukan gitu Na, aku cuma takut sesuatu terjadi sama kamu,” ucapnya. Namun beberapa saat kemudian lelaki itu menghela nafas lega, “syukurlah kalau kamu enggak kenapa-kenapa,” ucapnya sambil tersenyum.
            “Mendingan sekarang kita jalan yuk!” seru Nana akhirna.
            “Kemana?”
            “Kemanapun asal kamu aku seneng,” ucap Nana terlihat menggemaskan.
            Genta terkekeh pelan bersamaan dengan kepalanya yang mengangguk.
            “Yaudah tunggu bentar, aku ganti baju dulu!” seru Nana baru saja ia akan melangkah, Genta mencekal tangannya. “Kenapa?”
            “Kamu serius enggak kenapa-kenapa? Do you wanna say something?” kali ini Genta memandang wajah Nana lekat mencoba mencari cerah di mata coklat terang itu.
            Nana terdiam beberapa saat hingga akhirnya memilih untuk menggelengkan kepalanya. “Enggak ada,” gumamnya. ‘Belum saatnya mungkin nanti,’ sambungnya dalam hati.
            Cekalan di tangannya pun perlahan mengendur. Genta melepaskan tangan Nana membiarkan gadis itu masuk ke dalam rumahnya.


So why don’t we just play pretend
Like we’re not scared of what is coming next
 Or scared of having nothing left

            “Loh kenapa berhenti?” tanya Nana bingung saat Genta tiba-tiba saja menghentikan motornya di pinggir jalan. Padahal mereka baru setengah jalan menuju tujuan. Membuat Nana jelas merasa heran.
            “Bentar Na handphone aku bunyi,” jawab Genta. Lelaki itu segera mengeluarkan handphone dari dalam kantung celananya. Ia melihat nama seseorang di layar teleponnya.
            Mei-Mei Calling…
            “Siapa kak? Kenapa enggak di jawab?” tanya Nana.
            “Ah Tita, Na. Ini mau aku angkat kok,” ucapnya sambil menggeser layar hijaunya menerima panggilan tersebut.
            “Mail lo dimana sih? Gue ngechat lo dari tadi kagak dibales-bales, sok sibuk sumpah!” Genta menjauhkan sedikit telepon dari telinganya mendengar pekikan keras Tita atau orang yang biasa dipanggilnya dengan sebutan Mei-mei.
            “Kenapa Mei? Gue lagi jalan nih sama Nana,” jawab Genta. Lama tak terdengar jawaban. “Hallo Mei ada apa sih? Lo masih disana kan?”
            “Ah iyah, yaudah deh have fun ya!” seru Mei-mei.
            “Lo kenapa nelpon gue?” tanya Genta penasaran.
            “Enggak kenapa-kenapa kok, tadinya gue pengen lo ke rumah nemenin gue, gue takut sendirian. Tapi yaudah deh entar gue coba hubungin Aldi atau Sheila,” ujar Tita menjelaskan.
            Genta menghembuskan nafas pelan, “sorry yah Mei, tapi gue janji habis pulang dari sini gue langsung ke rumah lo,” ucap Genta semangat.
            “Really? Ah lo emang yang terbaik, betewe jangan lupa bawain ice cream sama coklat ya hehe,” ujar Tita antusias.
            “Iyah iyah!” seru Genta yang sudah hapal akan ice cream dan cokelat kesukaan Tita.
            “Thank you Mail-kuu!” seru Tita sebelum akhirnya memutus sambungan teleponnya. Genta pun kembali memasukan handphone ke dalam celananya.
            “Kenapa?” tanya Nana.
            “Tita biasa,” jawab Genta santai seraya mulai melajukan motornya. Kali ini lebih cepat dari yang tadi.
            Nana melingkarkan tangannya pada perut Genta. Memeluk lelaki itu lebih erat dan menyandarkan kepalanya pada punggung lelaki itu, tempat yang nyaman. Meskipun ia tahu betul maksud Genta menjalankan motornya lebih cepat bukan untuk dirinya, melainkan karena lelaki itu ingin segera menemui Tita. Benar bukan? Tapi yang penting dia sudah milikku bukan? Nana berusaha meyakinkan dirinya sendiri dalam hati.

Look don’t get me wrong
I know there is no tomorrow

            Sekitar pukul lima sore akhirnya Genta dan Nana sampai di puncak. Tempat yang sudah mereka pilih saat akan berangkat tadi. Cuaca sudah mulai dingin untung saja mereka telah mempersiapkan jaket yang untungnya dapat memberikan sedikit kehangatan pada tubuh keduanya.
            Kami berjalan beriringan menuju salah satu saung yang ada disana menikmati pemandangan yang ada di bawah sana. Perkebunan yang membuat mata menjadi nyaman.
            “Sebentar yah Na,” ujar Genta. Nana terdiam membiarkan lelaki itu berlalu dari hadapannya. Tak berapa lama ia pun datang dengan dua buang gelas berisi coklat hangat untuk Nana dan kopi untuk dirinya sendiri.
            “Makasih,” ucap Nana sambil tersenyum Genta membalasnya dengan senyuman pula.
            Lama mereka hanya terdiam menikmati keindahan alam yang ada sekaligus sibuk dengan pikiran masing-masing. Nana sempat menoleh beberapa kali pada Genta namun lelaki itu tengah sibuk dengan handphonenya.
            “Kak!” panggil Nana pelan. Tak ada jawaban. “Kak!” Nana kembali memanggilnya dengan lebih keras dan akhirnya berhasil menarik perhatian Genta.
            “Iyah Mei?” tanya Genta sambil menoleh.
            Nana merasakan dadanya bergemuruh kencang, tenggorokannya tercekat. Seharusnya ia tahu sejak tadi meski Genta ada bersamanya, namun hatinya tidaklah benar-benar disana.

All I Ask is
If this is my last night with you
Hold me like I’m more than just a friend

“Sorry Na,” ucap Genta menyesal. Menyadari ia telah salah bicara.
Nana tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. “Enggak masalah,” ucapnya pelan. Gadis itu memberanikan diri untuk menyandarkan kepalanya di bahu Genta. Lelaki itu membalasnya sambil mengelus kepala Nana dengan lembut.
“Enggak apa-apa kan kalau begini?” tanya Nana pelan.
Genta tertawa pelan, “yang enggak boleh itu kalau kita jauh-jauhan,” canda Genta.
Nana melingkarkan tangannya pada pinggang Genta. Memeluk lelaki itu. Meletakan kepadanya pada dada Genta. Tempat ternyaman yang sangat ia sukai. Genta menurunkan tangannya dari kepala Nana, memilih untuk mengusap bahu gadis itu dengan lembut. Nana semakin mendekatkan dirinya pada Genta mencoba membunyikan matanya yang saat ini mulai berkaca-kaca.

Give me a memory I can use
Take me by the hand while we do what lovers do

            Hening.
            Nana menikmati dirinya dalam pelukan Genta. Senja sore itu semakin memperindah segalanya.
            Matahari bergerak perlahan menuju peristirahatannya. Menandakan bahwa hari akan segera berganti. Seperti seharusnya. Sejauh apapun ia telah mencoba memberikan cahaya pada akhirnya ia harus pergi juga kan? Keduanya hanya terdiam menikmati suasana paling romantis menurut kebanyakan orang. Sunset.
            Hingga akhirnya matahari telah sepenuhnya menghilang ditelan oleh gelapnya langit malam yang juga menggantikan senja yang keemasan.
            Nana terdiam menghela nafas pelan lalu memejamkan matanya. Mencoba mencerna sesuatu.

It matters how this ends
Cause what if I nevel love again?

            Gadis itu kembali membuka matanya dan menyaksikan langit yang telah menggelap dengan sempurna. Dalam keadaan gelap seperti itu mereka barulah menyadari keindahan lampu yang berjejer di sepanjang jalan perkebunan di bawah sana. Indah memang namun tetap tak seindah bintang yang menghiasi langit malam itu.
            Nana melepaskan rengkuhannya, begitu juga dengan lengan Genta yang merangkulnya. Gadis itu mengadahkan kepalanya agar dapat menemukan wajah Genta, senyuman lembut terukir pada wajah tersebut. Sempat membuat Nana mengurungkan niatnya untuk melakukan sesuatu yang sudah seminggu ini ia pikirkan, ya selama mereka berpacaran. Namun gadis itu kembali meneguhkan tekadnya ia menatap Genta dengan lekat.
            “Kak gue rasa kita harus berhenti sampai disini,” ucap Nana pelan.
            “Maksud kamu, Na?” Genta mengernyitkan halisnya bingung.
            “Kita putus.”
           

#30DWC Jilid 4 Hari ke – 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Review Drama: The Item, Drama Supranatural yang Bikin Mikir Keras!

Anyeonghaseyo yeorobun! Kali ini aku mau ngereview salah satu drama Korea yang baru aja selesai aku tonton. Btw drama ini baru aja tamat mi...