Kamis, 09 Februari 2017

(SongFic) I Miss You - Girls Day

(SongFic) I Miss You - Girls Day

Note : Sebelum baca jangan lupa di puter lagunya Girls Day - I Miss You biar lebih ngena. Hihi. Lagunya nyesek. MVnya juga nyesek. Semoga Song Fiction ini juga berhasil bikin kalian nyesek.
Okey guys langsung aja let's reading!!!

- Sebenarnya aku sangat merindukanmu, aku merindukanmu. Aku ingin menangis di bahumu, aku ingin menangis. Aku tersenyum mencoba untuk bertahan. Namun pikirianku masih belum bisa melakukanya...-


Tik tok tik tok
Aku melirik jam yang menggantung di dinding kamarku. Sudah hampir menunjukan pukul 2 malam. Namun aku masih saja tersadar. Mataku memang terpejam tapi hatiku masih saja terjaga. Aku benci kondisi seperti ini.
Lagi, aku mencoba menggelung diriku dengan selimut. Menariknya sampai menutupi wajahku. Berharap dengan begitu aku dapat terlelap. Tapi sial, cara ini masih saja tak berhasil.
"Shit!" Aku tak dapat menahan umpatan kesalku. Aku menyerah dan memilih untuk benar-benar membuka mataku. Sudah selarut ini, apa yang bisa kulakukan?
Aku pun mencoba meraba meja di sebelah kasurku berusaha menemukan benda berukuran persegi panjang. Damn ya, aku mendapatkannya. Handphone pintar kesayanganku itu kini sudah berada di tanganku. Dengan segera aku membukanya dan memilih untuk berselancar di akun Instagramku.
Baru beberapa menit mataku di buat terpaku oleh foto yang di upload seseorang beberapa waktu lalu. Lelaki tampan, berdiri dengan gagah di depan gedung yang menjulang tinggi senyuman manis mengembang di bibirnya. Sungguh makhluk tuhan yang sangat indah.
Namun beberapa saat kemudian aku merutuki diriku sendiri. Tidak sepatutnya aku memuji lelaki itu. Lagi pula untuk apa? Menyadari lelaki tampan yang baru saja ku puji bukanlah milikku, membuat hatiku tanpa sadar terasa ngilu. Sialan! Seharusnya aku tak membuka instagramku. Bukannya membuat ngantuk aku malah dibuat sedih tak jelas.
"Tidur Ca tidur!" seruku pada diriku sendiri. Aku pun kembali menyimpan handphoneku lalu berusaha untuk kembali tertidur. Memejamkan mataku.
"Arrgghh!" teriakku frustasi. Bagaimana bisa aku melihat dirinya saat aku menutup mataku?
"Dia ada dihati dan pikiran lo," bisik seseorang membuatku terkejut sekaligus bingung. Sebelum akhirnya aku menyadari bahwa suara itu berasal dari hatiku sendiri.


Jangan katakan mengapa
Aku menangis ketika aku membuka mataku
Jangan katakan boy
kita akan bersama

Aku melenguh saat merasakan matahari masuk melalui celah-celah jendela kamarku. Tubuhku menggeliat. Aku bangkit berdiri menghembuskan nafas saat melihat jam yang menunjukan pukul 7 pagi. Huft, ia baru tetidur sekitar jam 3 itu artinya dia baru tidur sekitar 4 jam. Pantas saja kepalanya terasa berat dan pusing.
Mengingat ini hari minggu. Aku tak mau bersusah-susah untuk berburu-buru bangun. Toh aku tak punya kegiatan penting yang harus kulakukan. Bermalas-malasan adalah satu-satunya hal yang ingin aku lakukan di hari minggu. Jadi sekarang aku hanya terduduk dengan pandangan kosongku.
Drrtt.... Drrtt...
Getaran dari handphoneku berhasil menyadarkan aku dari lamunan panjangku. Aku menghembuskan nafasku lalu mengambil handphoneku dengan gerakan malas.
Mataku yang masih sayu seketika terbuka lebar melihat nama yang terpampang di layar teleponku. Kenapa harus dia lagi? Teriakku tak terima dalam hati. Lelaki sama yang telah membuat tidurku tak nyenyak semalam.
Biar kuberitahu, tapi aku tak ingin menyebut namanya. Biarlah kita panggil saja dia Mr. R. Lelaki yang sudah memilih untuk menganggapku hanya sebagai teman padahal kedekatan kita sempat lebih dari itu. Lelaki tampan yang telah memblacklist namaku dari daftar orang yang akan dijadikan pacarnya, dengan beralasan persahabatan. Tapi seingatku sebelumnya dia tak pernah memperlakukanku seperti seorang sahabat. Dia memperlakukanku seolah aku adalah cintanya. Membuatku baper sebelum akhirnya ditinggalkannya saat aku meminta kepastian. Mengingat hal itu hanya membuat hatiku semakin terasa sakit. Sungguh dia telah menghancurkan hati sekaligus harapan yang dulu hanya untuknya.
Aku melihat handphoneku yang masih terus bergetar. Menampilkan nama yang sama. Entah untuk panggilan ke berapa. 
Kenapa kau berusaha menghubungiku lagi? Kenapa kau menggetarkan hatiku lagi? Mengapa kau melakukannya seolah tidak pernah terjadi apa-apa? Aku menatap handphoneku dengan nanar seolah berbicara dengan si penelepon.
Aku memeluk tubuhku sendiri dengan selimut yang sejak tadi masih melingkupi tubuhku. Sungguh, aku sedang berusaha menahan gejolak dalam diriku sendiri. Jika saja bukan demi egoku aku pasti sudah sejak tadi mengangkat telepon itu dan berbicara banyak serta tertawa bersama dengannya seperti biasanya. Tapi sekarang aku tidak bisa melakukannya.
Jujur, aku merindukannya. Sangat merindukannya. Aku rindu menatap wajahnya lama-lama, aku merindukan mata hitamnya yang tajam namun selalu lembut. Aku rindu mendengarnya berceloteh banyak, menceritakan segala kegiatannya dengan berbagai ekspresi. Mulai dari kesal sampai terlihat lucu dan menggemaskan. Aku rindu caranya memperhatikanku. Sungguh aku rindu segalanya. Aku masih memginginkannya menemari hari-hari tersulitku. Saat dia akan dengan senang hati memberikan bahunya untukku. Membuatku merasa nyaman untuk menumpahkan segala tangis akibat dari kepedihan hidupku. Demi apapun aku sangat merindukannya.
"Bodoh! Setelah semuanya lo masih aja kangen dia?" aku tertawa miris menertawakan diriku sendiri. Sementara tanganku sibuk menghapus dengan kasar air mata yang entah sejak kapan membasahi pipiku. Aku sadar hanya ini yang akan ku dapat saat mengingat dan memikirnya. Air mata. Hanya itu. Tak ada yang lainnya.
"Ca! Eca!" Aku tersentak pelan mendengar panggilan di depan pintu kamarku.
"Kenapa Ma?" tanyaku berusaha untuk senormal mungkin. Tak ingin Mama mengetahui pergolakan batin apa yang sedang kualami.
"Di depan ada yang nyariin kamu tuh!" balas Mama dari luar.
Aku mengernyit bingung. Siapa orang yang pagi-pagi datang menemuiku?
"Siapa?"
"Udah deh kamu temuin aja sendiri, udah siang juga bukannya bangun. Cepet dia nungguin di luar tuh!" seru Mama dan aku mendengar derap langkahnya menjauhi kamarku.
Ditengah kebingunganku. Aku pun memilih untuk bangkit dan menuju kamar mandi. Mencuci muka dan bersikat gigi agar terlihat lebih segar. Siapapun itu, aku tak mau pusing-pusing terlihat baik di depannya. Paling cuma sahabatku.
Setelah selesai aku segera keluar kamar mandi. Saat akan keluar kamar mataku tak dapat menahan untuk melihat handphoneku.
"Huh!" Lelaki itu masih tak menyerah menghubungiku. "Rasain!" cibirku membayangkan wajahnya yang saat ini sedang mengkhawatirkanku. Akupun segera keluar dari kamar bergegas menemui orang yang entah siapa.
Aku segera membuka pintu depan. Tubuhku menegang menyadari siapa orang yang sejak tadi menungguku. Seorang lelaki dengan telepon ditelinganya. Membuatku ingin segera kembali ke dalam namun sialnya lelaki itu telah lebih dulu menoleh dan menatapku.
"Eca!" serunya. Aku dapat mendengar nada frustasi dalam kalimatnya. Ia mendekapku dengan cepat kedalam pelukannya. Membuatku hanya bisa tertegun. Merasakab kehangatan yang beberapa hari ini selalu kurindukan. Hatiku ingin menolaknya melepaskan diri dari pelukannya. Namun sialnya tubuhku malah bersikap berbanding terbalik. Kaku dan pasrah dalam pelukannya.
"Lo kemana aja sih? Kenapa lo susah banget dihubungi? Sekalinya bisa lo enggak angkat telepon gue," tanyanya menatapku khawatir. Sedikit rasa senang menyelusup dalam hatiku saat melihat ada kelabu yang dalam mata hitamnya.
Aku terdiam. Bingung ingin menjawab apa. Kepalaku bahkan hanya tertunduk tak berani untuk sekedar menatap mata indah itu. Aku hanya tidak ingin kembali dibuat jatuh oleh kelembutan matanya.
"Lo baik-baik aja kan?"
Aku mengangkat kepalaku. Menatapnya. Setelah semua yang ia lakukan kepadaku bisa-bisanya dia bertanya seperti itu? Tak sadarkah bahwa dirinya lah orang yang menjadi alasan dibalik kondisiku saat ini?
"Ca, oh ayolah. Jangan bikin gue khawatir, lo enggak apa-apakan? Kenapa lo jauhin gue Ca?" lelaki itu mengguncang bahuku. Namun aku tetap mempertahankan sikap diamku.
"Ca..."
Aku menepis tangannya dari bahuku. Lalu bergerak mundur. Ia menatapku bingung dan aku tak peduli.
"Kenapa Ca?"
Aku menggelengkan kepalaku sambil terus bergerak mundur sampai akhirnya aku sampai dipintu rumahku. Aku menatapnya.
"Berhenti bersikap baik sama gue, berhenti!" desisku.
"Kenapa?"
"Cukup berhenti dan gue akan baik-baik aja!" seruku. Setelah mengucapkan kalimat itu aku segra berlari ke dalam rumah. Tak ingin ambil pusing dengan responnya juga tatapan bingung dari Mama-ku. 
Setelah sampai dikamarku. Aku menjatuhkan tubuhku ke atas kasur. Menangis sekencang-kencangnya. Menumpahkan segala perasaan yang diakibatkan karenanya. Rasa sakit, kesal, marah, kecewa, rindu. Semuanya bercampur aduk menjadi satu. Hingga tak ada hal lain lagi yang bisa kulakukan selain menangis.
Aku tidak membencinya. Aku hanya sangat mencintai sebelum akhirnya terlalu dikecewakan.
Biar saja hari ini aku akan menangis sepuasnya. Melepaskan satu persatu rasa yang ada untuknya. Mengingat setiap kejadian yang pernah kulewati bersamanya. Karena setelah ini aku akan mengahapus ia sepenuhnya dari hatiku. Dan ia hanya akan menjadi rindu yang kupendam. Tak apa meski berat. Aku bisa brrtahan.

END

Pandeglang, 9 Februari 2017
#30DWC JILID 4 HARI KE 9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Review Drama: The Item, Drama Supranatural yang Bikin Mikir Keras!

Anyeonghaseyo yeorobun! Kali ini aku mau ngereview salah satu drama Korea yang baru aja selesai aku tonton. Btw drama ini baru aja tamat mi...