Minggu, 05 Februari 2017

SongFic All I Ask Part 2 END


Note : Jangan lupa play All I Ask-nya Adele yah, btw untuk yang bingung bisa baca part 1nya dulu, ini linknya https://penangkapmimpi16.blogspot.co.id/2017/02/songfic-all-i-ask-part-1.html

 
Selamat membaca!


I don’t need your honesty
Its already in your eyes and I’m sure my eyes, they spek for me

            “Putus? Maksud kamu apa sih Na? Kita baru aja pacaran seminggu. Apa aku punya salah?” tanya Genta bingung. Ia memegang bahu Nana lalu menatap mata gadis itu lekat.
            Nana menggelengkan kepalanya pelan lalu tersenyum. “Makanya itu kak selagi masih seminggu, kita berdua yang salah disini.”
            “Maksud kamu Na? Aku enggak ngerti,” Genta menghela nafas lelah. Sungguh seharusnya hari ini berjalan dengan indah, bukan berakhir dengan kata putus.
            “Kita berdua salah karena sudah memaksakan sesuatu yang enggak seharusnya. Aku terlalu percaya diri kalau aku bisa mengisi bagian ini, padahal nyatanya enggak pernah bisa,” Nana menyentuh dada Genta pelan. “Bukan aku yang ada disana. Dan kakak jelas salah berusaha mencintai seseorang padahal hati kakak sudah sepenuhnya untuk orang lain, lantas kakak mau mencintai aku dengan apa?”
            “Na, oh ayolah,” Genta mengusap wajahnya gusar. “Kamu marah karena aku angkat telepon Tita tadi?”
            Lagi Nana menggelengkan kepalanya. “Bukan itu, Kak. Sekarang aku mau tanya sama kakak. Siapa orang yang ada di hati Kakak?”
            Genta terdiam. Ia sempat membuka mulutnya dan ingin menyebutkan nama Nana, namun mendadak mulutnya terasa kelu. Jelas, hanya ia sendiri yang tahu apa yang ada dalam isi hatinya. Tapi sialnya ia tidak dapat mengatakan apapun sekarang.
            Nana tersenyum, “aku udah dapet jawabannya. Kak Tita bukan?” tebak Nana sesuai sasaran. Genta hanya bisa diam menatap Nana sendu.

No one knows me like you do
And since you’re the only one that matters, tell who do I run to?

            “Sampai kapan berkedok menjadi sahabat yang baik buat kak Tita? Padahal kakak tahu kan kakak bisa lebih dari itu?” tanya Nana.
            Genta menatap Nana takjub, gadis itu mengatakan hal tersebut seolah itu tidak akan menyakiti perasaannya. “Gimana bisa kamu tahu?”
            Nana tertawa pelan, “hanya orang bodoh yang enggak tahu kalau kakak cinta berat sama kak Tita, I mean kak Tita was stupid!” serunya sambil terkekeh pelan.
            “Tapi Na…”
            “Tapi apa? Kakak pacar aku?” tanya Nana. “Aku udah mutusin kakak beberapa menit lalu, jadi aku rasa kakak pantas disebut jomblo bukan?”
            “Bukan itu Na…”
            “Jangan khawatirin aku, aku baik-baik aja. I’m okey right? Yang enggak baik tuh kalau kita tetap menjalani hubungan padahal kita tahu enggak ada cinta disana,” Nana memberikan penekanan pada kata cinta yang barusan saja ia ucapkan.
            Genta menggelengkan kepalanya, “kamu cinta aku, dan itu cukup untuk segalanya.”
            Nana mendengus, “tapi kakak enggak cinta aku,” tukas Nana.
            “Aku sedang berusaha.”
            “Berusaha apa? Mencintaiku atau mengalihkan cinta kakak dari kak Tita?” cibir Nana. “Kakak pengecut, kakak melepaskan padahal belum pernah berjuang.”
            Genta terdiam, lalu menundukan kepalanya, “aku cuma enggak mau merusak persahabatan aku dan Tita,” ujarnya. Terdengar klise bukan?
            “Bodoh! Apa salahnya coba? Toh aku pikir kak Tita juga cinta sama kakak, cuma bedanya kakak udah lebih dulu menyadari dan dia belum,” jelas Nana dengan tenang. “Jadi sebelum semuanya terlambat cepet ungkapin, percuma kalau kakak cuma diam kakak enggak pernah dapet jawabannya, jadi ayo kita pulang dan setelah itu kakak harus langsung ungkapin semuanya!” seru Nana sambil bangkit berdiri senyuman manis senantiasa mengembang dibibirnya.
            Genta menatapnya, lalu memeluk gadis itu erat.
            “Terima kasih untuk segalanya, terima kasih udah mau tetep ada disamping aku dalam keadaan apapun, terima kasih untuk selalu menjadi orang yang mengerti segalanya. Thank you so much Na!” bisik Genta pelan.
            Nana terdiam hatinya mencelos. So damn! Ia telah berhasil meyakinkan Genta untuk memperjuangkan cintanya, sementara ia baru saja membiarkan dirinya berhenti berjuang.
            “Ofcourse, always,” balas Nana pelan. Sambil menghapus bulir air mata yang tanpa sadar jatuh membasahi wajahnya.
            Genta melepaskan pelukannya lalu. Menatap Nana dan tersenyum.
            “Tetap jadi adik gue yang baik yah!” serunya seraya mengacak rambut Nana pelan.
            Nana merengut meski akhirnya tertawa pelan, “udah ah yuk balik!” serunya. Kata ‘adik’ dan ‘gue’ sudah cukup untuk menjelaskan bahwa hubungan mereka telah benar-benar berakhir.
           
Let this be our lesson in love
Let this be the way we remember us
I don’t wanna be cruel or vicious
And I ain’t asking for forgiveness

            Nana memeluk Genta. Menyimpan kepalanya di punggung lelaki itu. Menghirup aroma yang akan ia simpan di dalam ingatannya, aroma menenangkan milik Genta. Menghirupnya dalam-dalam karena setelah ini ia tahu ia tak mungkin bisa untuk melakukan hal ini lagi.
            Jadi untuk malam ini biarkan keegoisannya muncul sekali lagi. Ia hanya ingin memeluk Genta seolah lelaki itu adalah miliknya sepenuhnya. Ia hanya ingin menikmati waktu-waktu terakhir bersama Genta, orang yang sangat dicintainya.
            “Na…”
            “Hmm?” balas Nana pelan saat ia mendengar Genta memanggil namanya.
            “Menurut lo gue harus gimana ngomong sama Titanya?”
            “Yah, tinggal ngomong aja,” jawab Nana.
            “Elah ngomong mah gampang prakteknya yang susah, yang ada gue malah gugup ntar,” ujar Genta.
            Nana menghela nafas pelan, “ungkapin semuanya. Dari awal kebersamaan kalian sampe rasa itu tumbuh dan akhirnya lo enggak bisa menahannya lagi. Kuncinya, jujur sama perasaan lo sendiri!” seru Nana.
            Genta mendecak kagum sesaat, “wah lo bikin gue nyesel udah putus sama lo!” cetusnya sebelum akhirnya terbahak karena merasakan Nana mencubit perutnya, membuat motor yang dibawanya sempat goyang.
            “What the fuck yah kak!” cetusnya dan Genta hanya terbahak. Hingga akhirnya tak berapa lama ia pun sampai di depan rumah Nana. “Sudah sampai Tuan Puteri!” serunya.
            Nana mengangkat kepalanya dari punggung menatap rumah yang sudah berada di depannya. Sialnya tubuhnya terasa kaku, seolah tak menginginkan untuk turun dari motor Genta.
            “Naa…”
            “Ah iya,” ucap Nana yang tersadar gadis itu pun turun dari motor Genta.
            Untuk beberapa saat Genta hanya terdiam dan menatap Nana dengan lekat.
            “Makasih Na,” ucapnya. Kali ini sangat tulus dari hatinya. Nana gadis yang sangat baik dan ia tidak tahu ia tidak pernah salah dalam memilih Nana, yang salah adalah Nana karena telah memilih orang brengsek sepertinya. Genta tahu, meskipun Nana tersenyum dan seolah santai ia tahu gadis itu pasti tengah menyimpan begitu banyak luka akibat tingkahnya dan sialnya ia bukanlah orang yang dapat menyembuhkan luka-luka itu. Karena pada akhirnya jika ia terus membiarkan dirinya berada di dekat Nana ia hanya akan semakin membuat gadis itu terluka. Ya, dalam dan semakin dalam.
            Nana hanya menganggukan kepalanya. Entah mengapa keyakinan yang sempat tumbuh saat ia akan melepaskan Genta tadi hilang begitu saja. Kini ia ingin Genta ada disini bersamanya. Lo enggak boleh egois Na! Nana mengumpat dirinya sendiri dalam hati.
            Gadis itu akhirnya memberanikan diri untuk mendekat pada Genta.
            “Kak boleh gue peluk lo? Untuk terakhir kalinya please…” ucap Nana lirih.
            Genta turun dari motornya dan berucap, “lo ini kaya sama siapa aja,” katanya sambil mendekap Nana ke dalam pelukannya. Nana mengeratkan pelukannya. Ia janji ini terakhir kalinya ia memeluk Genta meskipun tanpa ia sadari pelukan Genta telah menjadi candu untuk dirinya.
            Bersamaan dengan itu dalam pelukan Genta airmata yang sejak tadi di tahannya meluncur dengan bebas. Sesak yang sejak tadi ditahannya tak dapat lagi ia sembunyikan. Gadis itu mengunci rapat-rapat mulutnya mencoba meredam isakan yang terus keluar, namun sialnya isakan it uterus terdengar dan berhasil menarik perhatian Genta.
            “Na lo nangis?” tanya Genta khawatir.
            Nana menggelengkan kepalanya dengan cepat. Ia tak membiarkan Genta melepaskan pelukannya. Gadis itu menurunkan kaca helm yang untungnya masih ia pakai.
            “Na ayolah gue tahu lo nangis,” tegur Genta.
            “Gue enggak apa-apa,” ucap Nana sambil melepaskan diri dari pelukan. “Sana gih buru kak Tita udah nungguin lo!” Nana mendorong tubuh Genta pelan.
            Genta menatapnya bingung, “tapi Na…”
            “Apa lagi sih kak? Lo masih butuh pelajaran dari gue?” tanya Nana masih menyembunyikan wajah dibalik helmnya.
            “Bukan gitu Na. Lo baik-baik aja kan?” tanya Genta.
            “Gue sangat amat baik-baik aja, udah ah sana!” seru Nana lagi-lagi mengusir Genta.
            Genta pun menyerah dan berjalan menuju motornya namun lagi-lagi ia menghentikan langkahnya.
            “Apa lagi?” tanya Nana geram.
            “Helmnya Na,” ucap Genta.
            Nana terdiam. Ia menyentuh helm yang masih ada di kepalanya. Menutupi wajahnya yang saat ini sudah sembab karena tangis.
            “Jangan pelit deh kak, enggak apa-apa kan kalau helm ini buat gue? Itung-itung kenangan dari pacar seminggu,” ujar Nana masih berusaha untuk ceria.
            Genta terdiam beberapa saat meskipun akhirnya mengangguk menyetujui. Meskipun ia heran juga melihat Nana yang menurunkan kaca helm menutupi wajahnya.
            “Yaudah gue pergi dulu yah, doain gue!” seru Genta mulai menstarter motornya.
            “Good luck!” seru Nana.
            “Lo juga semoga cepet dapet orang yang baik!” balas Genta.
            Dibalik helm Nana tersenyum lalu mengangguk, “hati-hati!” ujarnya melepaskan Genta yang mulai melajukan motornya. Meninggalkannya.

All I Ask is
If this is my last night with you
Hold me like I’m more than just a friend
Give me a memory I can use
Take me by the hand while we do what lovers do
It matters how this ends
Cause what if I nevel love again?


            Tepat setelah itu, pertahanan Nana runtuhlah sudah. Ia tak dapat lagi menyembunyikan tangisnya dan berpura-pura kuat. Ia lemah. Ia rapuh. Ia remuk. Dan ia hancur. Gadis itu bahkan sudah tak dapat menahan beban tubuhnya sendiri dan berakhir terjatuh di atas aspal. Jatuh sejatuh jatuhnya.
            Melepaskan Genta sama saja dengan melepaskan harapan dalam hidupnya. Dan ia telah melakukannya. Membuat hidupnya mati tanpa harapan.
            Namun ia telah menyerah. Ia telah memutuskan untuk berhenti. Mengakhiri cintanya pada Genta. Menyerah sepenuhnya atas lelaki itu.
            Nana telah melepaskan Genta untuk pergi. Selama ini ia jelas tahu bahwa ia hanya menjadi pelabuhan saja, tempat persinggahan sementara bagi Genta, Sekarang ia telah membiarkan Genta pergi kepada orang yang ia anggap sebagai rumah.

_END_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Review Drama: The Item, Drama Supranatural yang Bikin Mikir Keras!

Anyeonghaseyo yeorobun! Kali ini aku mau ngereview salah satu drama Korea yang baru aja selesai aku tonton. Btw drama ini baru aja tamat mi...