Title : He is Mine!
Main Cast : Azzhura - Aliando
Genre : Hurt, romance
Length : Oneshot
Author : Chera Lee
***
Sebenernya ini fanfict requestan dari sahabatku
yang ngefans banget sama Aliando, so enjoy yah buat kalian alicious and all
readers, I hope you like it!
"Udah lihat infotainment?" tanya seorang lelaki bule.
"Tentang apa?" heran gadis berponi balik bertanya.
"Pacar kamu!"
Gadis itu terdiam, lalu mengangguk pelan.
"Kamu diem aja?"
"Memangnya aku harus ngapain?"
"Marah lah! Bodoh banget kalau cuma diem kaya gini! Enggak
sakit apa?"
"Dia bilang itu bukan apa-apa, lagian media massa aja yang
terlalu lebay!"
"Hey! Media massa enggak akan berlebihan kaya gitu kalau mereka
enggak mulai duluan! Enggak akan ada asap kalau gak ada api!" tukas sang
lelaki dengan emosi yang menggebu-gebu, heran sekali dengan sikap sok tidak
apa-apanya gadis di depannya itu.
"Udah ah, ngapain sih ka Epam bahas Ali? Enggak ada kerjaan
banget!"
"Enggak ada kerjaan kamu bilang? Hey Azzhura jangan jadi cewek
bodoh, apa kamu enggak bisa lihat gimana mesranya pacar kamu sama si
Latuconsina? Semua orang bisa lihat ada sesuatu diantara mereka."
Zhura terdiam, kalau sudah begini ia harus bilang apa? Sedangkan
matanya juga melihat semua yang terjadi antara Ali-pacarnya dengan Prilly lawan
mainnya yang akhir-akhir ini selalu menjadi bahasan infotainment. Tapi ia bisa
apa? Semua orang bahkan tak tahu siapa dia, dia tidak mungkin kan bilang kalau
dia pacarnya Aliando si aktor super ganteng itu? Siapa yang bakal percaya? Yah,
kecuali Ali sendiri yang bilang, tapi Ali tidak akan sebodoh itu untuk
menghancurkan karirnya yang baru saja menemukan puncaknya. Jadi, sekarang ia
memang harus bersabar ya, bersabar.
"Mereka sahabatan, enggak lebih," ucap Zhura memberikan
pembelaan.
"Oh ya? Apa iyah semua sahabat harus punya cincin couple? Dan
gue baru tahu sahabat juga ternyata harus ngerayain annive yah? Waw,
persahabatan yang romantis!" ucap Stefan dengan nada bicara yang
dibuat-buat takjud, diakhiri dengan tepuk tangan.
Zhura terdiam, ia tidak tahu harus mengatakan pembelaan apalagi
sementara semua yang diucapkan oleh pacar kakak sepupunya itu benar, sangat
benar. Dan itu membuat matanya memanas dan perih, sesak dihati yang selama ini
sering datang kini kembali ia rasakan.
"Aku percaya sama Ali," ucap Zhura akhirnya seraya
menghapus dengan kasar air yang sudah menggantung di pelupuk matanya. Stefan
tercengang melihatnya, sepertinya kata-katanya sudah sangat keterlaluan.
"Epam kamu apain Zhura?" tanya Yuki yang akhirnya datang
setelah selesai berganti pakaian. Ia menatap Zhura khawatir lalu mengalihkan
pandangannya pada Stefan dengan tajam. Stefan dibuatnya gugup.
"Aku... Aku... Aku cuma nasihatin dia supaya enggak jadi cewek
bodoh yang diem aja ngeliat pacarnya mesra sama cewek lain, itu aja suer
deh!" jelas Stefan seraya mengangkat kedua jari tangannya membentuk huruf
V.
"Enggak usah nasihatin Zhura, aku juga pernah ada di
posisinya," tukas Yuki.
"Hah?"
"Serius?"
Tanya Stefan dan Zhura hampir bersamaan.
"Iyah lebih parah malahan," gumam Yuki.
"Kapan? Siapa yang berani nyakitin kamu? Aku hajar dia!"
ucap Stefan dengan menggebu.
"Hajar aja diri kamu sendiri!" ketus Yuki.
"Maksud kamu?" Stefan mengernyit heran.
"Waktu dulu sebelum kita jadian, aku bahkan enggak pernah tahu
kapan kamu akan minta aku jadi pacar kamu, kamu selalu ngasih harapan buat aku,
sementara kamu jadian sama Aril, sama Wilona dan bahkan deket sama cewek lain.
Dan aku enggak ngapa-ngapainkan? Aku bersikap biasa seakan aku baik-baik aja,
ceria, padahal kamu tahu hati aku? Sakit..." Yuki memegang hatinya
menunjukan tepat dibagian mana ia selalu merasa sakit, mengeluarkan semua beban
dihatinya selama ini.
"Dengerin tuh kak!" seru Zhura seraya tersenyum puas,
kesedihannya hilang entah kemana melihat wajah Stefan yang sekarang pucat pasi.
"Rasain!" ejeknya dalam hati.
"Maaf..." ucap Stefan menyesal.
***
"Nda... Aku bawain cake buat kamu nih!" seru Ali seraya
menyerahkan sebuah cake bertabur coklat tebal kepada Zhura-kekasihnya.
Zhura tersenyum, "makasih yah, padahal kamu enggak perlu loh
repot-repot kaya gini," ucap Zhura.
"Enggak apa-apa kan buat pacar aku," ucap Ali.
"Gombal!" tukas Zhura tersipu. "Gimana shooting hari
ini? Tumben pulang cepet?" tanyanya.
"Selalu sangat melelahkan, pak sutradara lagi baik!" jawab
Ali seraya menyandarkan tubuhnya pada sofa empuk rumah Zhura.
"Hmm... Bagus dong," gumam Zhura tersenyum.
"Nda tahu enggak? Tadi itu kak Syahilla romantis banget, dia
dateng ke lokasi shooting dan suapin kak Kevin pake makanan buatannya sendiri,
bikin iri..." cerita Ali. "Seandainya kamu bisa dateng kesana yah,
pasti aku bisa lebih semangat," sambung Ali.
Zhura menyentuh tangan Ali dan memandang kekasihnya itu dengan iba,
"jujur aku mau banget kaya mereka, tapi kamu tahu sendiri kan keadaannya?
Maafin aku yah..."
"Enggak, kamu enggak seharusnya minta maaf, ini salah aku
sendiri yang enggak bisa ngasih tahu ke media kalau kamu pacar aku."
"Jangan... Jangan pernah kasih tahu media, ini belum
saatnya..."
Ali memandang Zhura lembut lalu mengacak puncak kepala Zhura dengan
sayang, "terima kasih untuk selalu ngertiin aku," ucapnya.
"Selamanya akan seperti itu..." ucap Zhura sambil
tersenyum.
***
"Loh kak, kita mau kemana? Setahu aku ini bukan jalan ke lokasi
shootingnya kak Yuki," tanya Zhura heran, ketika Stefan belok di arah yang
salah menurutnya.
"Iyah, gue tahu. Gue mau ke Kevin dulu nih, mau ngasihin
snapbacknya yang gue pinjem, udah janji mau balikin hari ini soalnya,"
jelas Stefan.
"Oh gitu," gumam Zhura. "Itu artinya ke lokasi
shooting GGS dong?"
"Iyalah kemana lagi," tukas Stefan.
Selanjutnya suasana menjadi hening, keduanya sibuk dengan pikiran
masing-masing. Dan tak terasa akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Stefan
bergegas keluar dari mobil namun beberapa detik kemudian ia kembali melihat tak
ada tanda-tanda Zhura akan keluar dari mobilnya.
"Enggak keluar? Enggak mau ketemu pacar?" tanya Stefan.
Zhura menggelengkan kepalanya. "Enggak ah, aku tunggu disini
aja," tolaknya.
"Okey kalau gitu," Stefan mengangguk paham dan bergegas
meninggalkan Zhura ia berjalan memasuki area shooting.
Langkahnya sempat terhenti sejenak ketika ia melihat Ali dengan
Prilly tengah bercanda sambil berjalan beriringan.
"Hey, kak! Tumben kesini ada apa?" sapa Ali. Sementara
Prilly hanya tersenyum.
Stefan tersenyum, "gue mau ketemu Kevin, dia ada kan?"
"Iyah ada, kesana aja!" seru Ali menunjuk ke tempat dimana
Kevin berada.
"Okey thanks!" ucap Stefan, dan melanjutkan langkahnya.
***
"Di dalem panas yah," gumam gadis berbibir tipis seraya
menggerak-gerakan tangannya sebagai kipas.
"Halah, bilang aja lo iri!" tukas lelaki disampingnya
seraya mengacak rambut gadis itu dengan kasar.
"Ali kebiasaan banget sih!" marah gadis yang tak lain
adalah Prilly. "Iyah gue iri, emangnya lo enggak iri apa? Kak Kevin, Kak
Kirun, Dahlia, kak Michelle, pada dibawain makanan sama pacarnya, lah gua?
Pacar aja kagak punya!"
Aliando tertawa keras mendengar gerutuan Prilly dan lagi-lagi ia
mengacak rambut gadis itu dengan gemas.
"Aliii..." pekik Prilly kesal.
"Udah ah, lo enggak usah ngomel-ngomel mulu, kan ada gue kita
kan bisa makan bareng!" ucap Ali menghibur.
"Halah! Kita kan cuma sebastian! Lo PHP-in gue mulu!"
"Terus lo maunya dapet kepastian dari gue gitu? Gue pikirin
nanti deh, sekarang pikirin perut dulu nih udah laper berat! Ayok!" Ali
merangkul bahu Prilly dan mereka berjalan beriringan meninggalkan lokasi
shooting. Keduanya tidak menyadari bahwa dibalik kaca mobil ada sepasang mata
yang terus mengawasinya.
***
Blaakk!
Stefan masuk kedalam mobil dan menutup pintunya dengan sekali
hentakan.
"Gue ketemu pacar lo sama sahabatnya tadi, lo ketemu dia?"
tanya Stefan kepada Zhura.
Namun Zhura tak menjawab matanya terpejam.
"Zhuraa enggak usah tiduran kaya gitu deh, kakak tahu kamu cuma
tidur-tidur ayam kan? Bangun deh!" sahut Stefan seraya mulai menjalankan
mobilnya.
"Ketahuan deh," gumam Zhura yang akhirnya membuka matanya
juga.
"Ketemu Ali enggak?" tanya Stefan lagi.
"Kakak enggak bilang aku ikut kan?" bukannya menjawab
Zhura malah balik melontarkan pertanyaan.
"Enggak," jawab Stefan seraya menggelengkan kepalanya.
"Bagus deh," gumam Zhura.
"Jadi kamu enggak ketemu mereka?" tebak Stefan. Lelaki itu
mendengus ketika Zhura menganggukan kepalanya.
"Tapi lihat kan?"
Lagi-lagi Zhura mengangguk.
"Dasar gadis bodoh, lihat pacar sendiri sama yang katanya
sahabat tapi mesra itu malah didiemin! Heuh!" cibir Stefan. Itu kenapa
tadi Zhura berpura-pura tidur ayam karena Stefan pasti akan mengejeknya seperti
ini.
Zhura hanya terdiam dan mengalihkan pandangannya keluar jendela. Ia
tidak ingin Stefan mengetahui bahwa sekarang matanya berkaca-kaca. Jangan
sampai.
***
"Nda...sorry a-ku te-lat, tapi di lo-kasi ada scene yang susah
banget, maaf yah..." ucap Ali dengan nafas yang terengah-engah.
Zhura yang telah menunggunya hampir satu jam hanya bisa
menghembuskan nafas dengan kasar, "enggak usah minta maaf, biasanya juga
beginikan?" tukasnya.
"Maaf...," Ali menatapnya penuh penyesalan dan lagi-lagi
hanya kata maaflah yang keluar dari mulutnya.
"Yaudahlah enggak usah dibahas," ucap Zhura malas.
"Kamu mau makan apa?" tanya Zhura lagi. Saat ini mereka sedang berada
di kedai sederhana milik Zhura sendiri, yang mulai ia kelola bersama Yuki saat
ia lulus SMA tiga bulan yang lalu, ya, berbisnis sambil kuliah.
"Sachertorte aja deh," jawab Ali. Sachertorte adalah cake
cokelat yang diberi isi selai aprikot dan krim kocok.
"Okey, aku buatin dulu yah," seru Zhura seraya berlalu
meninggalkan Ali.
Setelah beberapa saat gadis itu pun kembali dan membawa sachertorte
di tangannya.
"Hmm, enak banget kayanya," ucap Ali seraya menatap
makanan pesanannya dengan antusias.
"Pasti dong! Siapa dulu yang buat!" Zhura membanggakan
dirinya sendiri.
"Pacar aku dong!" seru Ali sebelum akhirnya menyantap cake
coklat itu.
Zhura tertawa kecil mendengarnya.
"Hmm... Ada yang mau aku tanyain," gumam Ali setelah
makanannya berisi setengah lagi.
"Apa?" tanya Zhura heran.
"Tadi siang kamu ke lokasi shooting yah?"
Mendengar pertanyaan Ali seketika senyuman dibibir Zhura hilang,
wajahnya datar.
"Kata siapa?" tanyanya lagi.
"Kevin, dia bilang tadi Stefan ke lokasi shooting bareng
sepupunya Yuki, siapa lagi kalau bukan kamu?" jelas Ali sekaligus
bertanya.
"Iyah emangnya kenapa? Enggak boleh? Toh aku enggak ganggu kamu
sama si sahabat kamu itu kan?" sewot Zhura.
"Loh kok kamu ngomongnya gitu sih?" tanya Ali menatap
Zhura heran.
"Aku cape," ucap Zhura malas. "Cape mata, cape
hati," sambungnya tanpa berani menatap Ali.
"Nda..." Ali menyentuh tangan Zhura dan Zhura menjauhkan
tangannya dari Ali.
"Apa yang kamu liat disana?" tanya Ali.
"Kamu berharap aku enggak liat apa?" Zhura menatap Ali.
"Itu yang aku liat!" sambungnya seraya membuang muka, entah mengapa
membahas ini membuat hatinya tiba-tiba merasa sakit kembali dan matanya
lagi-lagi terasa perih.
"Nda maafin aku..." Ali kembali berusaha menyentuh tangan
kekasihnya itu. Jika Zhura sudah seperti ini itu artinya apa yang ia lihat
benar-benar telah melukainya, apalagi kalau bukan ketika ia bersama Prilly.
Heuh! Ali hanya bisa menghela nafas lelah.
"Enggak usah minta maaf, telinga aku terlalu bosan buat
ngedenger kata-kata itu," tukas Zhura malas. "Aku ke toilet
dulu!" serunya seraya bangkit berdiri dan meninggalkan Ali begitu saja.
Sesampainya di toilet tangis yang sejak tadi ditahannya kini tak
dapat lagi ia sembunyikan. Gadis itu menutup mulutnya dengan tangan, agar isak
tangisnya tidak terdengar oleh orang lain.
Bohong bila ia tidak cemburu, bohong jika ia tidak kecewa, bohong
jika ia bilang ia baik-baik saja. Padahal pada saat itu ia sedang berada
dititik paling terluka, dan benar ia adalah gadis bodoh, sangat bodoh
menganggap semuanya tidak ada apa-apa.
Heuh! Gadis itu menghela nafas panjang, lalu menghapus air matanya
dengan kasar dan dengan segera memperbaiki penampilannya. Ia harus segera
kembali kehadapan Ali sebelum lelaki itu curiga.
***
"Nda kamu baik-baik aja?" tanya Ali saat Zhura datang dari
toilet.
Zhura mengangguk lalu tersenyum tipis, "selalu baik,"
ucapnya. Lihat, lagi-lagi ia berbohong.
Ali menyentuh tangan Zhura, kali ini lelaki itu menggenggam
tangannya dengan erat ia tidak ingin Zhura kembali menepis tangannya.
"Aku tahu kamu sakit, kamu terluka, kecewa, bahkan cemburu, aku
tahu itu dan maaf kalau selama ini aku enggak bisa berbuat apa-apa. Tapi mulai
sekarang kamu enggak masalahkan kalau punya banyak pengganggu?" tanya Ali
seraya menatap Zhura tepat dimatanya.
"Hah? Maksud kamu?" tanya Zhura heran.
Ali menatap Zhura lekat. "Mulai sekarang kamu harus tutup
telinga, mata dan hati kamu jangan pernah dengerin apa kata oranglain tentang
hubungan kita, karena mereka enggak tahu apa-apa, cuma kita yang tahu jadi kamu
hanya perlu percaya sama aku bahwa aku cinta kamu dan cuma kamu yang pantas
buat aku gimanapun aku sekarang dan nantinya, cuma kamu..."
Zhura menatap Ali semakin bingung, namun beberapa detik kemudian
matanya terbelalak lebar. "Bia...jangan bilang kamu..."
Zhura mengambil handphone Ali yang sejak tadi ada diatas meja.
Matanya membesar dan ia menutup mulutnya terkejut, home twitter langsung ia
lihat disana terpajang fotonya bersama Ali dan disana pula Ali menulis.
"Mungkin sekarang kalian bertanya siapa gadis yang ada
disampingku ini? Dan dengan senang hati aku akan memberi tahu kalian sekarang
juga... Dialah orang itu, dialah kebahagiaan itu, dialah rasa sakit itu dan
jika semua itu menghilang, aku fikir aku juga akan menghilang... Jadi kumohon
jika kalian masih ingin melihatku jangan pernah sakiti dia jangan pernah
biarkan gadisku ini menghilang dari hidupku, maafkan aku, aku sangat
mencintainya."
Zhura menatap Ali dan handphonenya bergantian dengan tatapan tak
percaya. Benar dugaannya, Ali telah mempublikasikan hubungan mereka berdua
sekarang.
"Bia kamu..." Zhura tak dapat berkata apa-apa.
Ali tersenyum sangat manis, "enggak apa-apa aku cuma pengen
mereka tahu kalau aku milik kamu, I'm yours nda..."
Zhura tersenyum haru mendengar semua ucapan Ali matanya tampak
berkaca-kaca, meski begitu ia tersenyum. Ia tahu setelah ini hidupnya akan
berubah, semua orang akan tahu siapa dirinya, ia harus menyiapkan hati, mata
dan telinga yang ekstra mulai sekarang dan ia sudah siap. Ali saja sudah bisa
memberitahukan dirinya kepada semua orang, dan ia pasti bisa menghadapinya.
"World! He is mine!!!" ingin rasanya Zhura berteriak
seperti itu namun hanya bisa ia beritahukan lewat senyuman lebar yang kini
tercipta dibibirnya. Gadis itu menggenggam lengan Ali dengan erat, mata
keduanya saling bertatapan, menciptakan kehangatan yang luar biasa disana.
Cinta bertebaran disekitar mereka.
"Terima kasih..." bisik Zhura pelan dan Ali hanya
tersenyum mulai sekarang ia tidak akan membiarkan gadisnya tersakiti.
***
End
Tidak ada komentar:
Posting Komentar