:: MONA SHILLA
::
"Shil..."
"Iyah..."
"Shil..."
"Kenapa
Yo?"
"Shil..."
"Apa sih
Yo?"
Rio tertawa
terbahak-bahak mendengar kekesalan pada nada bicara Shilla di sebrang sana
melalui telpon. Entah mengapa dia senang saat mengerjai Shilla sampai gadis itu
benar-benar kesal. Menurutnya itu sangat lucu, seperti saat ini meskipun Rio
tidak dapat melihat ekspresi wajah Shilla tapi dia dapat membayangkan saat ini
Shilla pasti sedang bersungut-sungut sebal.
"Dihh
Mariooooo... Kenapa sih? Dasar aneh!" dan setiap rengekan Shilla seperti
ini sangat terdengar indah ditelinga Rio.
"Ngetes
aja," Rio menjawab dengan enteng.
"Ngetes?
Apa yang perlu ditest?" kening Shilla berkerut heran.
"Ya
telinga kamu lah..."
"Demi apa
enggak lucu!"
"Hehe...
Sorry..." Rio terkekeh pelan. "Aku cuma mau ngasih tau Leonardo Al
Vincy-nya kamu udah dateng tuh," ucap Rio akhirnya.
"Alvin
udah dateng? Seriusan? Waahhhh aku pengen ketemu dia, kangen berat nih!"
Shilla hampir berteriak girang mendengar kabar yang diberikan oleh kekasihnya
sendiri. Kalian tau apa? Sekarang giliran Rio yang dibuat kesal.
"Bisa
enggak sih enggak nunjukin antusias kamu di depan aku? Aku pacar kamu Shil,
pacar kamu!" ucap Rio dengan penuh penekanan.
Kini giliran
Shilla yang dibuatnya tertawa terbahak-bahak. Nah lho, satu sama kan!
"Yeeee....
Kenapa aku emang kangeeennnn bangeeeettttt sama diaaaa, banget banget
banget!"
"Shil,
kamu masih cinta yah sama dia?" Rio bertanya dengan serius.
"Iya lah,
dari dulu perasaan aku buat dia itu enggak pernah berubah sedikitpun, bahkan
sampai saat ini," jawab Shilla dengan santai, ia tidak mengetahui bahwa
disebrang sana Rio sudah menggeram marah menahan api cemburu yang menyala
dihatinya. Sekarang mood Rio bener-bener udah bad banget.
"Dia
bilang mau tunangan," ucap Rio pelan.
"Alvin?
Mau tunangan? Sama siapa? Aku kan udah sama kamu!" Shilla sangat-sangat
terkejut karenanya.
"Iyah,
enggak usah pede deh Shil, aku juga belum tahu siapa ceweknya, dia belum mau
bilang," ujar Rio.
"Yahh...
Aku patah hati deh Yo..." Shilla mendesah pelan.
"Shil!
Kamu gila yah? Kamu patah hati sama cowok lain dan bilang sama pacar kamu, ck!
Keterlaluan!" Marah Rio.
"Dia bukan
cowok lain Yo! Dia cinta pertamaku!"
"Terserah
kamu deh Shil!" Rio menyerah, Shilla sepertinya memang masih benar-benar
mencintai Alvin bahkan gadis itu sama sekali tidak peduli dengan perasaannya.
"Yo..."
"Ya?"
"Nanti
siang aku juga mau ketemu sama Via dan Angy," ucap Shilla.
"Via juga
udah pulang?"
"Udah,
makanya kita mau ketemu. Pulangnya mau enggak jemput aku?"
"Iyah,"
Rio menjawab dengan singkat.
"Okey."
"Aku tutup
telponnya yah, bye!" setelah mengucapkan itu Rio memutuskan sambungan
teleponnya. Sepertinya laki-laki itu benar-benar marah.
***
"Viaaaaa....
Angyyy... Huaaa gue kangen banget sama kaliaaaannn!!!" Shilla memeluk
kedua sahabatnya itu dengan erat.
"Bohong
lo! Kalau kangen harusnya datengnya cepetan ini malah telat lagi!" cetus
Angy sebal, habis ia dan Via sudah menunggu Shilla hampir setengah jam dari
waktu janjian yang mereka tentukan.
"Yeee...
Gitu aja marah, maaf banget, enggak ada yang nganterin kesini tau," jelas
Shilla.
"Emang
Rio-nya kemana?" tanya Via.
"Gue cuma
minta dia jemput gue, enggak minta nganterin hehe..." ucap Shilla sambil
terkekeh pelan. "Eh, Ngy lo gendutan yah?" Shilla menggoda Angy jail.
"Ah masa,
enggak kok, enggak kan Vi? Masa iyah gue gendut," Angy yang paling bete
kalau di bilang gendut langsung kelabakan.
"Enggak
kok, cuman sedikit big aja," timpal Via. Angy cemburut. Shilla dan Via
tertawa puas melihatnya.
"Udah ah,
jangan bahas gue! Rese lo!" Angy memukul pundak Shilla dengan tasnya.
"Ikht,
ngambekan lo!" balas Shilla, lama juga mereka tidak adu bicara seperti
ini.
"Udah ah,
oh ya Vi tadi katanya ada yang mau lo omongin apaan? Sekarangkan Shilla udah
dateng," Angy kini beralih kepada Via.
Via tersenyum.
"Iyah, ayo
cerita gimana di Ausi?" tanya Shilla antusias.
"Seenak-enaknya
di negeri orang tetep aja enak di negeri sendiri," gumam Via.
"Elah,
bisa aja lo! Terus gimana udah ketemu soulmate lo?" tanya Shilla lagi, ia
masih penasaran sama Via.
"Ayo dong
jawab! Udah belom? Jangan diem aja!" seru Angy yang juga tak sabar.
"Waww..."
Shilla dan Angy berseru heboh sekaligus terkejut saat perlahan-lahan Via
menganggukan kepalanya.
"Seriusan?
Siapa cowok itu?" tanya Shilla.
"Gue
enggak nyangka Vi ternyata jodoh lo selama ini nyasar di Ausi, bule coy!"
Angy menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir.
"Siapa
yang bilang bule?" Via mengernyit heran.
"Loh
bukannya cowok lo bule?"
Via
menggelengkan kepalanya, "asli Indonesia," jelasnya.
"Hah?"
"Anak
Jakarta, sama-sama anak beasiswa," jelas Via lagi.
"Wah
siapa? Kenalin dong Vi..." seru Shilla, jauh-jauh ke Ausi ternyata tetap
saja dapatnya lokal.
"Kalian
udah kenal dia kok," ucap Via dengan santainya.
"Hah? Siapa?"
Shilla dan Angy berseru hampir bersamaan.
"Lo bahkan
jauh lebih kenal dia dibanding gue, tadinya," ujar Angy sambil
mengerlingkan sebelah matanya pada Shilla.
Shilla
dibuatnya mengernyit heran.
"Aduh
siapa sih Vi?"
"Jangan
main rahasia-rahasian dong! Kita kepo berat nih," sahut Angy.
"Tebak
dong, kalian juga kan deket sama dia," ucap Via sambil tersenyum menggoda.
"Satu SMA
sama kita?" tanya Shilla. Via mengangguk pasti.
"Kakak
kelas? Atau satu angkatan?" tanya Angy.
"Tau ah,
tebak dong!"
"Asli
Indonesia, anak Jakarta, satu SMA sama kita, dapet beasiswa juga, dan gue kenal
banget sama..." Shilla menghentikan gumamannya saat sebuah nama tiba-tiba
saja melintas diotaknya. Matanya terbelalak sempurna. "Vi jangan bilang
kalo..."
"Apa?"
"Vi, cowok
itu Alvin yah?" tanya Shilla histeris.
"Alvin?"
Angy tampak berpikir. "Alvin mantannya lo?"
"Alvin yah
Vi? Seriusan Alvin?" Shilla tak menyangka, ciri-ciri cowok yang dibeberkan
Via mengarah kepada mantan pacarnya itu. Tiap tahun hanya ada satu orang dari
sekolah mereka yang bisa dapet beasiswa ke Ausi, dan Alvin salah satunya.
Shilla hampir
menahan nafasnya saat Via benar-benar menganggukan kepalanya, "dan gue
enggak pernah nyesel udah nitipin dia di lo selama ini, makasih yah pernah
jagain dia buat gue," ucap Via seraya tersenyum lembut.
"VIAAAAA!!!"
Shilla berteriak histeris. Itu artinya Alvin bakal tunangan sama Via.
***
"Malem ini
kamu kelihatan jelek banget Leonard..." ucap Shilla menatap lelaki
dihadapannya dengan seksama.
"Masa sih?
Bukannya kamu pernah bilang kalau aku kelihatan keren dan ganteng banget kalau
pake setelan rapi kaya gini, apalagi pake tuxedo," kening Leonard atau
yang bernama asli Alvin tampak mengernyit bingung.
Shilla
menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kamu
tampil kaya gini bukan buat aku tapi buat Via jadinya kamu jelek banget dimata
aku," ujar Shilla. "Seharusnya aku yang ada di posisi Via
yah..." gumamnya.
"Apaan
sih, kamu enggak boleh ngomong gitu Shil! Gimana pun kamu udah sama Rio!"
seru Alvin.
Shilla
tersenyum, "aku bercanda, tenang aja," ucapnya.
Alvin tersenyum
mendengarnya.
"Aku
enggak pernah nyangka semuanya bakal berakhir kaya gini," gumam Shilla
menerawang.
"Kamu tahu
aku lebih enggak nyangka lagi, aku ngelepasin kamu dan pada akhirnya aku malah
sama Via sahabat kita sendiri," ujar Alvin.
"Padahal
dulu kita sering banget ngayal kalau kita bakal bareng-bareng sampe akhir
yah," ucap Shilla seraya menatap Alvin.
Alvin menyentuh
tangan Shilla.
"Kamu tahu
Shil, Leonardo Da Vinci aja hanya menciptakan Mona Lisa tapi pada akhirnya Mona
Lisa menjadi milik orang lain kan?" ujar Alvin. "Mungkin kisah kita
sama kaya itu," sambungnya.
Shilla
mengangguk, "kamu bener Vin."
"Shil
makasih udah ada dikehidupanku, karena kamu keluargaku jadi bahagia, gimanapun
aku terima kasih banget sama kamu, kamu sama berharganya kaya Mona Lisa, dan
sampai kapanpun kamu akan tetep jadi Mona Shilla buat aku," ucap Alvin ia
merengkuh Shilla kedalam pelukannya, memeluk gadis itu sangat erat.
"Aku juga
terima kasih banget sama kamu, karena kamu aku jadi ngerasa berharga, Leonardo
Al Vincy," balas Shilla, tanpa terasa setetes air matanya jatuh, dengan
segera Shilla menyekanya dengan punggung tangannya.
"Cengeng
ah, jangan nangis dong!" Alvin yang melihatnya ikut menghapus air mata
Shilla.
"Udah ah,
ayo kita kesana! Via pasti udah nungguin kamu!" ucap Shilla seraya bangkit
berdiri. Mereka memang sengaja memisahkan diri dari keramaian pesta pertunangan
ke taman belakang rumah Alvin.
"Iyah,
nanti Rio berpikiran macem-macem lagi!"
Shilla terkekeh
pelan mendengarnya mereka pun berjalan memasuki rumah. Disana baru mereka
berpisah. Alvin menemui Via ditengah ruangan dimana mereka akan melakukan tukar
cincin. Via tampak tersenyum melihat kedatangan Alvin, meskipun sedikit was-was
juga saat Alvin datang bersama Shilla.
"Kamu
enggak akan batalin acara ini kan?" tanya Via seraya menatap Alvin
takut-takut.
Dengan segera
Alvin menggenggam tangan Via, lalu menggelengkan kepalanya pelan.
"Jangan
ngomong kaya gitu, aku udah pilih kamu buat nemenin sisa hidup aku," bisik
Alvin.
Via tersenyum,
"makasih Vin."
Sementara
Shilla menemui Rio yang sudah memasang wajah tak suka di pinggir ruangan.
"Udah
kangen-kangenan sama Alvinnya?" tanya Rio dengan nada sedikit sinis.
"Ikht
apaan sih, biasa aja kali," sela Shilla. "Cemburu yah?" godanya
seraya menyikut perut Rio.
"Cemburu?
Ngapain cemburu? Enggak sama sekali!" elak Rio.
"Enggak
salah lagi kan, ngaku aja deh," Shilla semakin menjadi-jadi.
Rio cemberut,
"udah ah, acaranya mau dimulai tuh!" tukas Rio.
Di tengah
ruangan Alvin dan Via berdiri berhadapan, keduanya sama-sama memegang cincin
yang akan mereka pasangkan di jari tangan pasangannya masing-masing. Pertama
Alvin memasangkan cincinnya ke jari manis Via, setelah itu giliran Via yang
memasang cincin ke jari tangan Alvin. Semua tamu undangan bertepuk tangan
ketika mereka mengakhirinya dengan ciuman di kening Via oleh Alvin.
"Kapan yah
kita bisa kaya mereka?" gumam Rio.
Shilla
mengangkat bahunya, tidak tahu. "Seharusnya aku yang ada disana
Yo..." gumamnya seraya menyandarkan kepalanya pada lengan kekar Rio.
"Maafin
aku yah Shil..." nada bicara Rio melemah. Seharusnya lelaki itu sudah
menyadari semuanya dari awal, sejak ia jatuh cinta kepada Shilla bahwa Shilla
tidak akan pernah mencintainya sepenuh hati. Sejak awal semua ini memang sudah
salah, tidak seharusnya Rio merebut seseorang yang sudah menjadi milik orang
lain.
"Shil...
Kalau sampai saat ini kamu belum cinta dan bahagia juga sama aku, kamu boleh
pergi Shil," seru Rio meskipun dalam hati jelas ia tidak pernah ingin
melepaskan Shilla bagaimanapun.
"Kamu
jahat Yo... Disaat Alvin udah jadi milik Via kenapa kamu lepasin aku? Percuma
Yo..." desis Shilla marah.
"Seenggaknya
mereka baru tunangan, dan aku yakin Alvin pasti masih cinta sama kamu,"
ucap Rio. "Meskipun aku yakin cinta aku lebih besar dari pada dia,"
sambungnya dalam hati.
Shilla
menggeleng-gelengkan kepalanya, sama sekali tidak habis pikir dengan semua
kalimat yang keluar dari mulut Rio.
"Aku bukan
kamu Yo... Aku bukan kamu yang bisa dengan mudah ngehancurin hubungan orang,
apalagi nyakitin hati Via," ucap Shilla tajam, tepat menusuk kedalam hati
Rio yang merasa tersindir.
"Maafin
aku Shil..." hanya kalimat itu yang sekarang bisa keluar dari mulut Rio.
"Sekarang kamu boleh benci aku, pergi dari aku Shil! Pergi!" usir
Rio, sementara matanya sama sekali tidak berani menatap Shilla.
Dengan kesal
Shilla menarik lengan Rio, langkah cepatnya membawa lelaki itu keluar dari
dalam ruangan.
Plakkk!!!
Rio memegang
pipinya tepat setelah tangan Shilla berhasil mendarat dengan mulus disana.
"Aku benci
kamu Yo!" teriak Shilla.
Rio terdiam.
"Kamu
enggak bisa lepasin aku gitu aja!" ucap Shilla seraya menatap Rio tepat
dimatanya. "Perasaan aku sama Alvin emang enggak pernah berubah dari dulu,
tapi perasaan aku sama kamu udah berubah Yo.."
Rio mengangkat
kepalanya menatap Shilla tak mengerti.
"Selama
empat tahun, perasaan ini tumbuh Yo selalu semakin besar bahkan ngalahin
perasaan aku buat Alvin..." ujar Shilla pelan.
"Genggam
aku Yo, jangan pernah lepasin aku... Aku cinta kamu Yo..." Shilla
menghambur kedalam pelukan Rio, memeluk lelaki itu dengan sangat erat.
"Kamu yang
minta yah Shil, aku akan terus genggam kamu jangan nyesel kalau pada akhirnya
kamu akan terus terpenjara sama cinta aku..." bisik Rio.
Shilla
menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. "Enggak masalah, aku udah terbiasa
sama penjara cinta kamu," ucapnya.
Rio tersenyum
mendengarnya ia memeluk Shilla semakin erat. Dalam hati lelaki itu berjanji
bahwa ia akan selalu melimpahi Shilla dengan cintanya dan membuat gadis itu
semakin mencintainya. Satu lagi, genggaman itu takan pernah terlepas.
"Yo..."
"Hmm..."
"Jangan
salah paham yah kalau selama ini aku selalu nyebut-nyebut nama Alvin, aku cuma
seneng ngeliat kamu cemburu karena artinya kamu beneran cinta sama aku..."
gumam Shilla.
Rio tersenyum.
"Okey."
Ending